REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keikutsertaan kepala daerah dalam konvensi calon presiden (capres) yang digelar Partai Demokrat, tidak mengharuskan yang bersangkutan mundur dari jabatannya.
"Karena konvensi itu sifatnya belum final," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, saat dihubungi Republika, Kamis (29/8).
Ia menjelaskan, konvensi yang diselenggarakan Partai Demokrat saat ini baru sebatas proses penjaringan atau rekruitmen capres. Oleh sebab itu, kepala daerah yang ikut dalam kegiatan tersebut tidak harus mundur dari jabatannya.
Namun, kata dia, akan lain persoalannya bila kepala daerah tersebut sudah resmi mendaftar atau didaftarkan sebagai capres oleh partai politik tertentu di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jika itu dilakukan, maka mereka harus mundur dari jabatannya sebagai kepala daerah. Begitu pula halnya dengan pejabat negara lainnya yang resmi diusung menjadi capres.
Persyaratan ini, jelas Djohermansyah lagi, seperti diatur dalam pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Pilpres No 4 Tahun 2008.
"Jadi, batasan yang mengharuskan mereka mundur dari kepala daerah adalah ketika telah ditetapkan sebagai capres oleh parpol tertentu. Mereka harus menyatakan mundur dari jabatannya paling lambat saat didaftarkan di KPU, dan itu tidak dapat ditarik lagi," katanya menerangkan.
Menurut Dirjen Otda, syarat yang sama juga berlaku bagi gubernur, wali kota, maupun bupati yang memutuskan dirinya menjadi calon legislatif (caleg). Jika nama mereka sudah masuk dalam daftar caleg tetap (DCT) di KPU, maka mereka juga harus mundur dari jabatannya sebagai kepala daerah.
Seperti diketahui, beberapa kepala daerah dikabarkan ikut bertarung dalam konvensi capres yang digelar Partai Demokrat. Mereka adalah Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang dan Bupati Kutai Timur Isran Noor.