Jumat 16 Aug 2013 17:08 WIB

Mendagri: Kasus Sampang Butuh Pendekatan Bertahap

  Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)
Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai penyelesaian konflik di Sampang, Jawa Timur, memerlukan pendekatan secara bertahap. Cara ini baik  terhadap korban pengungsi dan masyarakat sekitarnya.

"Ini kan menyangkut soal upaya pengembalian (pengungsi) ke daerah mereka. Masyarakat sekitar harus menerima dengan baik dan mereka yang mau pulang itu juga harus menyesuaikan," kata Gamawan usai mengikuti Pidato Kenegaraan Presiden RI di Gedung MPR/DPR, Jumat (16/8).

Terkait isi Pidato Kenegaraan, yang salah satu poinnya membahas mengenai pluralisme di Tanah Air, Mendagri mengatakan topik itu patut mendapat perhatian seluruh bangsa untuk dapat memaknai setiap peringatan Hari Kemerdekaan RI.

"Jadi ukuran-ukuran itu sudah jelas tadi disampaikan oleh Presiden, termasuk menjaga kedaulatan NKRI sebagai sebuah harga mati. Beliau (Presiden) memberikan sindiran terhadap orang-orang yang mengganggu kedaulatan Negara," ujarnya.

Pemerintah, ujarnya, terus mengupayakan pengembalian masyarakat korban konflik Sampang ke tempat asal mereka. Tak hanya itu, pemerintah juga  memberikan pembinaan kepada masyarakat sekitar guna menerima kembali para korban dan menciptakan kerukunan hidup di Sampang.

Pengembalian masyarakat korban konflik masuk dalam agenda meskipun Pemerintah tidak memasang target penyelesaiannya. Alasan Mendagri yang diperlukan saat ini adalah penjagaan perdamaian di daerah tersebut.

Kilas Balik

Konflik yang terjadi Sampang, Madura, diduga berawal dari konflik internal keluarga antara pimpinan Islam Syiah Tajul Muluk dengan saudaranya Rois Al Hukama.

Pada Agustus 2012, perkampungan pengikut aliran Islam Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Bluran, Kecamatan Karangpenang diserang kelompok bersenjata dan menyebabkan satu orang tewas, serta enam orang lainnya luka-luka.

Sebanyak 47 unit rumah milik penganut aliran Islam ini juga dibakar, termasuk madrasah dan mushalla penganut aliran Islam Syiah.

Penyerangan yang terjadi pada Agustus 2012 itu merupakan yang kedua setelah pada Desember 2011, pengikut Tajul Muluk ini juga pernah diserang, dan sekitar 300 kepala keluarga terpaksa mengungsi.

Jumlah warga Syiah yang ikut mengungsi ketika itu sebanyak 64 kepala keluarga (KK) yang terdiri atas 224 jiwa, 20 balita, 103 anak-anak usia sekolah, 90 orang usia dewasa, dan 9 orang lansia yakni diatas 60 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement