REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, peluang terjadinya penyimpangan di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sangat besar.
"Ini terjadi karena SKK Migas memiliki kewenangan yakni bisa berhubungan langsung dengan para trader," katanya di Jakarta, Kamis (15/8).
Sebenarnya, ujar Firdaus, uang suap yang diterima Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini untuk konteks migas tergolong kecil dibandingkan potensi kerugian dari penyimpangan-penyimpangan lain yang mungkin banyak belum terungkap. Perputaran uang di migas itu mencapai Rp 700 triliun per tahun termasuk pengadaan barang dan jasa.
SKK Migas, terang Firdaus, harus dievaluasi secara total dan menyeluruh. Pun, SKK Migas harus diaudit secara utuh termasuk, kegiatan trading minyak agar ditemukan penyimpangan-penyimpangan lain yang berpotensi merugikan negara.
Terkait Rudi yang tidak mengaku korupsi, namun hanya menerima gratifikasi, Firdaus mengatakan, banyak pejabat negara yang tidak paham bahwa gratifikasi merupakan bagian dari korupsi.
"Maka sebaiknya semua pejabat negara belajar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi agar paham bentuk-bentuk korupsi yang ada," ujarnya.
Menurut Firdaus, tidak semua orang pintar seperti akademisi mampu menjadi birokrat. Tantangan dalam dunia birokrasi itu berat.