Kamis 15 Aug 2013 11:42 WIB

Serikat Pekerja Migas Dukung KPK Usut Dugaan Suap Kepala SKK Migas

Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Ketua Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini.

"Kami berharap ini tidak berhenti, KPK tetap konsisten bongkar semuanya. Jangan takut, kami pekerja migas baik dari FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu) maupun KSPMI (Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia) siap berada di garda terdepan untuk perjuangan mengembalikan kedaulatan energi ini," kata Ketua Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma (SPP PWK) Cilacap, Arie Gumilar, di Cilacap, Kamis.

Dengan tertangkap tangannya Rudi Rubiandini oleh KPK, kata dia, tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap tersebut.

Menurut dia, Kernel Oil Pte Ltd yang disebut-sebut terlibat dalam kasus suap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini hanyalah sebuah perusahaan kecil di bidang niaga (trader) minyak mentah.

"Bahkan, tanda-tanda sebetulnya sudah ada, diawali oleh Total E&P yang tertangkap di Iran karena melakukan suap dan sudah dihukum. Bukan tidak mungkin di Indonesia melakukan hal yang sama," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, Total bisa juga melakukan suap di Indonesia karena Kepala SKK Migas tertangkap tangan menerima suap dari Kernel Oil yang merupakan perusahaan kecil.

"Kalau Total, perusahaaan yang lebih besar, mungkin bisa lebih gila lagi. Mudah-mudahan ini bisa terbongkar, bukan sekadar Rudi Rubiandini, mungkin masih banyak di belakangnya," kata dia menegaskan.

Menurut dia, Rudi Rubiandini kemungkinan hanyalah aktor dan di baliknya ada sutradara maupun penulis skenario.

Lebih lanjut, Arie mengatakan bahwa SPP PWK maupun FSPPB sebenarnya sudah "berteriak" sejak lama terkait dugaan korupsi maupun suap, yakni sejak serikat pekerja minyak dan gas ini menggugat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi beberapa waktu lalu.

"Kita menuntut agar BP Migas dan BPH Migas dibubarkan karena di situ potensinya rawan sekali terjadinya korupsi. Bahkan, beberapa bulan lalu, kita kirimkan berkas ke KPK untuk pengusutan SKK Migas," katanya.

Ia mengatakan bahwa terbentuknya SKK Migas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan BP Migas.

"Namun dengan dalih apa, 'berganti baju' menjadi SKK Migas. Ini sebetulnya potensinya masih sangat besar dan dugaan korupsi sebenarnya sudah kita cium sejak lama di situ, termasuk masalah Blok Mahakam yang sulit diputus kontraknya dengan Total," katanya.

Dia menduga ada sesuatu di balik perpanjangan kontrak Blok Mahakam oleh SKK Migas. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya melaporkan permasalahan tersebut kepada KPK.

"Mungkin ini (kasus Rudi Rubiandini, red.) merupakan tindak lanjut dari KPK. Beberapa bulan lalu, kita bersama Indonesia Resources Studies, Pak Marwan Batubara, menyampaikan ke KPK dan DPR mengenai tuntutan bahwa KPK harus segera mengusut sektor migas terutama di SKK Migas karena di sana dicurigai ada persengkongkolan, termasuk kenapa kontrak Blok Mahakam tidak putus-putus," katanya.

Menurut dia, selama ini selalu ada opini yang menjatuhkan Pertamina. Padahal, kata dia, Pertamina merupakan satu-satunya badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di sektor migas.

"Pertamina mampu mengelola. Kalau tidak mampu, buktinya Pertamina bisa masuk 500 'top fortune' perusahaan dunia. Saya yakin, Rudi Rubiandini hanya satu aktor kecil, ada sindikat besar dalam sektor migas ini," katanya.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement