Ahad 11 Aug 2013 15:57 WIB

Banyak Komisioner Dipecat, KPU Diminta Benahi SDM

Rep: Ira Sasmita/ Red: A.Syalaby Ichsan
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) disarankan untuk segera membenahi kualitas sumber daya manusia di seluruh tingkatan.

Lantaran banyaknya komisioner KPU dan Bawaslu yang dikenai sanksi pemecatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

"Mekanisme pemilihannya sudah bagus, ada panduan dan kriteria yang jelas dan terukur. Tetapi faktor SDM nya, sumber awal tidak terlalu bagus sehingga susah untuk mendapatkan kualitas penyelenggara yang baik," kata Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M Afiffudin, Ahad (11/8).

Kualitas SDM, menurut Afif, tidak bisa dipungkiri menjadi penghambat dalam penyelenggaraan pemilu. Terutama bagi penyelenggara di daerah-daerah yang jauh dari pusat. Walapupun KPU pusat telah menetapkan standar seleksi yang tinggi, namun kenyataan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan.

Afif mencontohkan saat menjadi anggota tim seleksi komisioner KPU di suatu daerah. Meski peminatnya cukup tinggi, tetapi kualitas sebagai penyelenggara yang mumpuni belum terpenuhi.

Sehingga, lanjut Afif, saat bertugas melaksanakan tahapan pemilu banyak penyelenggara yang melakukan pelanggaran. Baik yang disengaja atau dilakukan karena masih kurangnya pemahaman mereka. Situasi tersebut diperparah dengan dinamika politik di daerah-daerah yang sangat tinggi.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie mengatakan, hingga Agustus 2013, sekurangnya 95 penyelenggara pemilu dari KPU dan Bawaslu dikenai sanksi pemecatan.Sebanyak 60 pemecatan terjadi sepanjang tahun 2013. 

Menurut Jimly, sebagian besar pemecatan dilakukan karena komisioner terbukti melanggar etik. Modusnya hampir seragam, memanfaatkan jabatan untuk melakukan penyelewengan dengan peserta pilkada. 

"Rata-rata komisioner KPU di daerah berusia muda, mantan aktivis dan kebetulan gajinya terbilang rendah. Akhirnya banyak yang tak sadar dimanfaatkan incumbent," ungkap Jimly.

Selain itu, kultur birokrasi di daerah juga memicu politisasi pelaksanaan pilkada sangat rentan. Yang menyeret pejabat KPU ikut-ikutan terlibat demi memenangkan pasangan calon tertentu. n Ira Sasmita

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement