REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perubahan iklim atau climate changes ternyata menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Kondisi itu disampaikan Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes Andi Muhadir pada konferensi pers di kantor Kemenkes Jumat (26/7).
“Untuk Indonesia DBD sudah endemis. Namun, karena perubahan iklim membuat musim tidak bisa lagi diprediksi sehingga menyebabkan penyakit ini ada sepanjang tahun dan cenderung meningkat,” ujar Andi.
Menurut Andi DBD adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes baik Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. DBD termasuk salah satu emerging diseases yang hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena belum ditemukan obat maupun vaksinnya. DBD juga berpotensi menimbulkan KLB terutama pada musim penghujan.
“DBD sejak dulu menjadi penyakit di masyarakat dan berkaitan dengan lingkungan kita. DBD menjadi KLB jika vector tidak diberantas,” katanya.
Andi mengungkapkan sejak ditemukan pertama kali tahun 1968, jumlah kasus dan penyebaran area DBD cenderung meningkat, meskipun angka kematian (CFR) dapat ditekan. Jika pada tahun 2010 angka kematian mencapai 0,87 persen, pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,91 persen dan sempat menurun pada tahun 2012 menjadi 0,90 persen dengan total kasus tahun 2012 sebanyak 90245 penderita dan jumlah kematian 816 penderita.
Sedangkan tahun 2013 ini, Andi mengungkapkan, selama Januari-Juni DBD dilaporkan terjadi di 31 provinsi dnegan jumlah kasus sebanyak 48.905 penderita, dan 376 diantaranya meninggal dunia. Provinsi yang dilaporkan KLB DBD tahun 2013 yaitu Lampung,Sulsel, Kalteng, dan Papua.
Andi menyatakan terdapat beberapa factor risiko penularan penyakit DBD. Salah satunya, disebabkan perilaku masyarakat yang tidak melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
“Belum ada obat anti virus DBD karena itu yang bisa dilakukan saat ini adalah tindakan pencegahan atau preventif seperti PSN. Tapi, ini seringkali dilupakan masyarakat,” kata Andi.
PSN, Andi mengatakan, dapat dilakukan dengan 3 M Plus. 3 M yaitu menguras dan menyikat tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas atau membuang barang bekas pada tempat sampah tertutup.
Sedangkan plus yaitu memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, mengatur ventilasi dan pencahayaan dalam ruangan, mengganti air vas bunga, tempat minum burunng minimal 1 minggu sekali, menghindari menggantung pakaian dalam kamar, menggunakan obat anti nyamuk, dan menaburkan bubuk larvasida (Abate) di tempat penampungan air.