Jumat 26 Jul 2013 03:05 WIB

Masih Ada Zat Berbahaya di Makanan, Bukti Pengawasan Lemah

Rep: Alicia Saqina/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Makanan berbahaya  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Makanan berbahaya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai temuan banyak penganan yang mengandung bahan-bahan berbahaya di pasaran membuktikan pengawasan lemah sejumlah pihak berwenang atas masalah serius ini. Pantauan dan pengawasan lemah membuat masyarakat menjadi korban.

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, sinergi antara badan, dinas daerah, atau pun lembaga yang berwenang mengawasi peredaran penganan dan produk makanan tak sehat itu pun, kurang optimal. ''Seharusnya tak hanya Badan POM yang melakukan pengawasan, kepolisian pun semestinya benar-benar turun tangan,'' kata Tulus kepada Republika, Kamis (25/7), saat dihubungi. Alasannya jelas, pelanggaran yang terjadi itu masuk ranah pidana.

Aparat kepolisian harus serius turun tangan menangani masalah panganan yang mengandung zat berbahaya sebab ketentuan itu diatur dalam undang-undang pangan dan perlindungan konsumen. ''Seharusnya antara BPOM, pemda, juga kepolisian bersinergi,'' katanya.

Meski sebelumnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengatakan sudah melakukan intensifikasi pengawasan makanan selama Ramadhan dan jelang Idul Fitri, namun terbukti pelanggaran masih saja ditemukan. YLKI menyatakan, seharusnya standarisasi yang jelas pula dari setiap inspeksi yang dilakukan BPOM dalam pengawasan.

Tujuannya masyarakat selaku konsumen tak terus-menerus mengalami kerugian. ''Jika memang dikatakan melakukan inspeksi tak hanya karena Ramadhan dan jelang Lebaran, seharusnya kan tak ditemukan lagi makanan-makanan itu,'' jelasnya.

Tulus mengungkapkan, agar BPOM selalu rutin melakukan inspeksi reguler. Jangan hanya melakukan inspeksi mendadak yang sifatnya hanya temporal. ''Gelar, lakukan inspeksi teratur.''

Ia mencontohkan satu gerakan ampuh yang dilakukan di negara Cina. Pemerintah menjamin masyarakan akan mendapatkan satu produk makanan yang sangat layak untuk dikonsumsi, apabila mereka menemukan dan berani melaporkan produk-produk makanan bermasalah yang tetap dijual, si pelapor diberi penghargaan, sementara pengusaha dikenai sanksi.  "Sehingga pelaku usaha pun menjadi takut,'' kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement