REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mempertanyakan proses mediasi yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu terhadap Partai Amanat Nasional saat menyengketakan pencoretan daerah pemilihan. Dalam sidang dugaan pelanggaran etik oleh Bawaslu di DKPP, terungkap saat melakukan mediasi komisioner Bawaslu yang menangani selalu berganti pada setiap mediasi.
"Kenapa mediatornya beda-beda? Jadi kehilangan konteksnya, terputus antara mediasi pertama, kedua, dan ketiga," kata anggota DKPP Valina Singka Subakti, dalam sidang etik antara bacaleg PAN dan Bawaslu di kantor DKPP, Jakarta, Selasa (23/7).
Bacaleg PAN bernama Selviana Sofyan Hosen melaporkan semua komisioner Bawaslu dan satu orang staf Sekjen Bawaslu ke DKPP. Bawaslu diduga melakukan pelanggaran etik sebagai penyelenggara pemilu dan tidak berpedoman pada asas adil kepada calon dan peserta pemilu. Bawaslu dinilai menyalahi prosedur dalam penyelesaian sengketa pencoretan dapil PAN Sumbar I.
Kuasa hukum Selviana, Didi Supriyanto mengatakan dalam mediasi pertama, komisioner Bawaslu Nasrullah memberi ruang bagi PAN untuk menyampaikan bukti tentang pencoretan dapil Sumbar I. Tetapi pada mediasi selanjutnya, Komisioner Bawaslu yang hadir, Nelson Simajuntak tidak menindaklanjuti hasil mediasi pertama.
Hasil pleno mediasi pertama oleh Nelson langsung dikonfirmasi kepada KPU. Atas dasar bukti yang diajukan PAN, KPU menilai memang tambahan bukti menunjukkan Selviana memenuhi syarat sebagai bacaleg. Namun, Bawaslu harus membawa ke rapat pleno agar bisa diputuskan.
Kemudian pada mediasi ke tiga oleh Ketua Bawaslu Muhammad, hasil pleno tidak disampaikan. Alhasil mediasi tidak menghasilkan keputusan apapun. Penyelesaian sengketa kemudian dilanjutkan dengan sidang terbuka.
Komisioner Bawaslu Endang Wihdatiningtyas mengakui, idealnya dalam melakukan mediasi komisioner Bawaslu tidak diganti-ganti. Tetapi karena komisioner Bawaslu terkendala harus menyelesaikan sengketa pemilu lainnya. Sehingga komisioner harus dibagi-bagi dalam menyelesaikan sengekta parpol.
"Memang idealnya tidak diganti-ganti. Tapi kami tetap berpedoman pada keputusan pendahuluan," jelas Endang.