REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pengadilan arbitrase telah memenangkan Indonesia dalam gugatan yang dilayangkan terpidana korupsi Bank Century, Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi.
Majelis arbiter International Centre for Settlement of Investment Disputes (ISCID), Amerika Serikat (AS), menerima eksepsi pemerintah.
Staf Presiden bidang hubungan internasional, Teuku Faizasyah mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendapatkan laporan tersebut dari Wakil Presiden, Boediono. “Sudah dilaporkan oleh Wapres mengenai kemenangan arbitrase itu,” katanya, Kamis (18/7).
Ia mengatakan Presiden SBY menginstruksikan agar proses selanjutnya tetap dikawal. Diharapkan pemerintah terus menang dalam proses tersebut. Karena itu, lanjutnya, sudah ada pertemuan-pertemuan dengan Menko Polhukam untuk membahas langkah-langkah selanjutnya. “Bisa saja yang kalah kan melakukan usaha banding, jadi ini harus dikawal. Kita sudah all out secara maksimal perjuangkan menarik kembali dana itu. Kita harap ini bisa jadi preseden yang baik, argumentasi yang digunakan pemerintah dapat terbukti secara hukum, dengan demikian dana itu secara berangsur bisa ditarik kembali,” katanya.
Putusan pengadilan arbitrase tertanggal 16 Juli. Pengadilan telah memutus menerima eksepsi pemerintah yang menyebut investasi Rafat tidak dapat izin dari Pemerintah RI, karena itu Bilateral Investment Treaty (BIT) menolak memberi perlindungan.
Dua warga asing pemilik Bank Century tersebut menggugat pemerintah Indonesia senilai 75 juta USD atau setara dengan Rp 675 miliar. Gugatan ke pengadilan arbitrase internasional itu atas pertimbangan investasi. Rafat merasa dirugikan atas kebijakan "menyimpang" dan tidak lazim pemerintah mem-bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun, yang membuatnya kehilangan saham investasi di Bank Century.
Hesham dan Rafat telah divonis bersalah secara in-absentia dalam perkara korupsi Bank Century. Keduanya divonis 15 tahun penjara. Selain itu, Hesham dan Rafat juga harus membayar denda Rp 15 miliar subsider enam bulan penjara, serta mengganti kerugian negara secara tanggung renteng sebesar Rp 3,1 triliun. Keduanya telah dinyatakan buron, namun upaya eksekusi aset dan sebagainya hingga kini belum jelas.