REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PPP secara mengejutan melayangkan surat kepada Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshidiqie pada pekan pertama Juli 2013.
Surat yang juga ditembuskan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut adalah kritik PPP kepada Jimly terkait 'kelakuan' Jimly yang mau diajak nonton bareng film Sang Kyai bersama calon Presiden yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto pada 14 Juni 2013 di bioskop Metrepole Jakarta.
Tidak banyak orang yang menyadari kejadian nonton bareng itu akan berbuntut pada keberatan partai yang digawangi Suryadarma Alie tersebut. Surat bertanggal 3 Juli lalu itu dilayangkan dari PPP Kota Surakarta, Jawa Tengah ke Jakarta dan ditandatangani Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Arif Sahudi. Dalam surat yang sudah beredar di kalangan wartawan tersebut, ia mengkritik perilaku Jimly yang sangat sembrono menjalankan tugasnya.
"Jimly kami anggap telah menyalahgunakan posisi untuk kepentingan politik karena diasumsikan mencalonkan diri sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo," kata Arif dalam suratnya.
Ia juga menyebut Jimly kurang etis karena publik sudah mengetahui sejak awal, Prabowo akan nyapres. Agar lebih adil, Ketua DPC PPP Kota Surakarta itu menyarankan Jimly juga menonton bareng dengan seluruh ketua umum partai politik agar tindakannya menonton bersama Prabowo menjadi etis. Sebab, Jimly selalu menggembar-gemborkan DKPP adalah lembaga penegak etik Pemilu.
"Jimly seharusnya sejak awal bersikap independen. Jangan dia menyatakan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saja yang independen namun dia sendiri yang tidak independen," kata Arif Suhadi dalam press rilis yang diterima ROL.
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar mengatakan, kami menduga model administrasi yang seperti ini tidak adil, tidak benar dan sangat amburadul sebab surat kritik itu seharusnya bisa menjadi bagian dari perbaikan sikap Jimly.
Mantan anggota DPR RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) ini mengaku sepakat dengan isi surat Ketua DPC PPP Kota Surakarta itu. Kata Junisab, Jimly sekarang terlihat sudah seperti Direktur Utama sebuah perusahaan. "Coba cek deh agenda kerja Jimly ke berbagai daerah, apakah itu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari DKPP?. Lantas, kalau dia mengklaim bahwa itu adalah pekerjaan DKPP, pertanyaannya, apakah pekerjaan ke daerah itu harus dia sendiri yang melakukannya?. Kan banyak Komisioner DKPP," ujar Junisab.
Jadi menurutnya, Jimly lebih baik mundur saja dari DKPP jika masih memiliki keinginan 'bermain politik' seperti suara dari PPP itu. Ia mendukung suara PPP terkait perilaku Jimly, karena menurutnya, pendapat PPP benar. "Kami mendorong agar DKPP yang didalamnya ada Komisioner KPU dan Bawaslu untuk membawa maslah itu ke sidang etik, agar kritik dari masyarakat seperti PPP itu menjadi momentum kontrol diri bukan malah kritik itu 'dilacikan' oleh DKPP," tutup Junisab.