Senin 15 Jul 2013 09:58 WIB

BLSM Jadi Tak Berarti karena Harga Barang Naik

Seorang warga, Suyatno, 58 tahun, memperlihatkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan uang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp300 ribu untuk jangka dua bulan yang telah diambil di Kantor Pos Semarang, Jateng, Sabtu (22/6)
Foto: ANTARA FOTO
Seorang warga, Suyatno, 58 tahun, memperlihatkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan uang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp300 ribu untuk jangka dua bulan yang telah diambil di Kantor Pos Semarang, Jateng, Sabtu (22/6)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Nasional (Unas), Nia Elvina mengemukakan, bantuan langsung tunai masyarakat (BLSM) jumlahnya tidak mumpuni bagi masyarakat kalangan bawah.

"Dan itu menjadi sangat berarti ketika harga barang tidak stabil menjelang puasa dan Lebaran atau Idul Fitri," kata nya.

Anggota Kelompok Peneliti Studi Perdesaan Universitas Indonesia itu mengatakan, transformasi budaya birokrasi yang melayani dan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara, akan mengeliminasi penyimpangan program pemerintah.

"Saya kira sumber utama penyebab masih tidak tepatnya sasaran penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), karena budaya birokrasi kita yang bersifat elitis, tidak mau turun ke bawah untuk memperbaharui data setiap tahun," katanya di Jakarta, Senin (15/7).

Nia mengatakan, jika kultur birokrasi seperti yang terjadi dalam kisruhnya penyaluran BLSM tidak ditransformasi ke budaya melayani dan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara, akan tetap sulit untuk mengeliminasi penyimpangan program-program pembangunan yang dilakukan pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement