REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan menilai, ide privatisasi lapas bisa saja diterapkan. Tetapi hanya untuk daerah-daerah tertentu. Manajemen lapas bisa diperbaiki dengan mulai mengatasi masalah kapasitas berlebih.
Karena hal ini yang justru memicu kegaduhan yang berpotensi menimbulkan kericuhan. Seperti kasus di Lapas Tanjung Gusta, ketika satu blok diisi puluhan orang dnegan kondisi lampu mati.
Pemerintah daerah, seperti Pemprov DKI Jakarta era Sutiyoso menurutnya pernah menawarkan ide pembangunan lapas di Kepulauan Seribu dan Tangerang. Tetapi terhambat peraturan Mendagri tentang penggunaan dana vertikal.
"Ada peraturan Mendagri yang melarang penerimaan dana vertikal. Pemerintah daerah lain juga menawarkan tanah hibah, tapi terganjal aturan itu," ujar Trimedya, Sabtu (13/7).
Trimedya menjelaskan, jika tidak ada langkah nyata dari pemerintah untuk mengatasi kelebihan kapasitas di lapas, maka masalah akan terus muncul.
Menkumham Amir Syamsudin mengatakan, pemerintah bukannya tidak mau mengakomodasi tawaran kontribusi dari pemda. Hanya saja, tidak jarang tanah hibah yang diberikan pemda tidak dipilih dnegan cermat.
"Realitasnya, kami harus matangkan tanah, itu lebih mahal daripada ongkos membangun lapas. Karena kami tidak bisa menindaklanjuti lahan yang berisiko di kemudian hari," ujarnya.