Sabtu 13 Jul 2013 17:41 WIB

Komisi III: Peraturan Pengetatan Remisi Sangat Politis

Rep: Ira Sasmita/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sejumlah narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan mengapresiasi langkah Kementerian Hukum dan HAM mengevaluasi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

Sebab, menurut Trimedya, penerbitan aturan itu dinilai sangat kental dengan nuansa politis. "Jujur saja PP 99/2012 ini sangat politis. Mungkin setahun dulu Komisi III ramai berdebat dengan Kemenkumham, saat itu kasus travel check dan sempat dipersoalkan secara hukum juga oleh Paskah Suzetta," papar Timedya dalam diskusi bertajuk 'Gelap Mata di Tanjung Gusta' di Jakarta, Sabtu (13/7).

Trimedya menjelaskan, narapidana di dalam lapas seperti menghitung hari panjang. Pemberian remisi mendorong mereka untuk berprilaku baik selama di lapas.

Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDI) itu menyebut, jika pemberian remisi diperketat, selain berdampak psikologis bagi para napi juga menimbulkan persoalan lain. Yakni kapasitas lapas yang akan semakin membludak, karena napi terus menumpuk.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu memandang, alasan pemerintah menerbitkan PP 99/2012 juga sebenarnya tidak tepat. Jika ingin menjatuhkan hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana, jalan keluarnya bukan dengan menghentikan pemberian remisi. Tetapi dengan pendekatan hukum, mulai dari dakwaan, tuntutan dan putusan yang berat.

"Saya gak tahu logika dari Kemenkumham, seakan-akan ini efek jera. Padahal hilirnya dulu, dimulai dari awal, mendakwa, menyangkakan dengan pasal-pasal yang berat," tutur Ketua Badan Kehormatan DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement