Kamis 11 Jul 2013 22:36 WIB

Penjelasan Pemerintah Soal RUU Pilkada

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemdagri, Djohermansyah Djohan
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemdagri, Djohermansyah Djohan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan RUU Pilkada terancam molor lagi. Karena pembahasan yang dilakukan pemerintah dan DPR belum lagi mencapai titik temu. "Masih ada beberapa masalah dalam RUU ini yang belum lagi disepakati," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, kepada Republika, Kamis (11/7). 

Beberapa hal yang belum dicapai kata sepakat tersebut antara lain terkait tata cara pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati. Pemerintah mengusulkan bupati dan wali kota dipilih secara tidak langsung lewat DPRD. Sedangkan gubernur tetap dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemerintah beralasan, selain karena biaya politik yang mahal, pilkada langsung yang diterapkan di kabupaten kota selama ini belum mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Di samping itu, hal ini juga berdampak kepada lemahnya legitimasi gubernur di mata bupati dan wali kota. Namun, sejumlah fraksi di Senayan menolak usulan tersebut. Mereka menginginkan bupati, wali kota, dan gubernur, tetap dipilih secara langsung oleh rakyat. Alasan yang digunakan oleh anggota dewan tersebut yaitu pilkada langsung sejalan dengan semangat demokratisasi di Indonesia saat ini. "Padahal, demokrasi tidak selalu harus dimaknai dengan pemilihan pemimpin secara langsung," kata Djohermansyah.

Pemerintah dan DPR juga belum sepakat soal satu paket atau tidaknya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. "Jadi, masalah ini belum ada hasil finalnya. Karena itu, pembahasan RUU Pilkada diperpanjang hingga masa sidang berikutnya," kata Djohermansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement