REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU — Pengesahan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) oleh DPR, Selasa (2/7), menuai protes dari berbagai kalangan.
Di antaranya adalah sejumlah ormas yang tergabung dalam Kolaisi Masyarakat Sipil yang berniat menggugat keputusan parlemen tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, menyatakan mendukung rencana para penentang UU Ormas tersebut.
“Kami ikut mendampingi mereka saat uji materi di MK nanti,” katanya saat dihubungi Republika, Rabu (3/7). Kendati demikian, soal penyiapan bahan-bahan judicial review ia serahkan sepenuhnya kepada ormas atau pihak-pihak yang merasa keberatan dengan kehadiran UU baru ini.
Sebelumnya, Syamsuddin menyebut upaya pansus DPR melakukan tambal sulam terhadap pasal dan ayat RUU Ormas, tidak memiliki nilai manfaat. Pasalnya, kerangka berpikir yang diusung mereka sejak awal sudah salah.
“Masyarakat dipandang sebagai sumber ancaman, sehingga harus dibina dan diawasi. Pemikiran semacam ini sudah bukan zamannya lagi,” ujarnya.
Menurutnya, pengesahan UU Ormas oleh DPR kemarin hanya untuk menghindari supaya lembaga itu tidak kehilangan muka. Apalagi, pembahasan UU ini sudah memakan waktu yang lama, sehingga tenggat waktu untuk disahkan semakin menipis.
Terpisah, Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri, Andi Tanribali Lamo menyatakan pemerintah siap meladeni keinginan pihak yang ingin menggugat UU ini ke MK.
“Kemendagri dan pansus di DPR jauh-jauh hari sudah memikirkan kemungkinan hal ini. Karena itu, kami pun sudah menyiapkan bahan-bahan serta argumentasi yang diperlukan,” katanya.