REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi muda menganggap seni pertunjukan wayang tidak ekonomis alias tidak sesuai dengan dinamika masyarakat modern, yang selalu berfikir efektif dan efisien dengan motto 'time is money'.
"Minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap seni pertunjukan wayang semakin rendah," kata Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) Suparmin Sunjaya di Jakarta, Jumat (28/6).
Menurutnya, hal itu disebabkan karena bahasa yang digunakan dianggap terlalu rumit dan susah dimengerti, di mana generasi muda lebih mengerti Bahasa Indonesia, asing, maupun campuran. Selain itu, durasi pertunjukan seni wayang juga dirasakan terlalu lama.
"Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk biasanya mulai pukul 21.00-04.00 atau sekitar 7 jam, padahal kehidupan sekarang sangat banyak urusannya, sehingga penggunaan waktu cukup diperhitungkan," ucapnya.
Menurunnya minat generasi muda terhadap wayang juga disebabkan oleh cerita yang cenderung dirasakan berat, penuh renungan, dan bobot filosofis berat. Bahkan, katanya, muncul anggapan lakon dan pesan wayang dianggap hanya untuk orang tua yang membutuhkan pencerahan. "Pergelaran wayang juga dianggap kurang menarik dan kurang memberikan sensasi audio-visual kepada mereka," tuturnya.
Di samping itu, frekuensi pergelaran wayang juga masih rendah mengakibatkan wayang kurang berdaya dalam merebut ruang dan perhatian anak muda. Karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada budaya tradisi khususnya wayang di antaranya memberikan proteksi melalui regulasi dan politik anggaran, selain juga menyediakan fasilitas pewayangan secara gratis.