Kamis 27 Jun 2013 12:48 WIB

Lima Negara Belajar Tangani Permukiman Kumuh di Yogyakarta

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Karta Raharja Ucu
Suasana malam di Yogyakarta/ilustrasi
Suasana malam di Yogyakarta/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Perwakilan dari lima negara, Irak, Bangladesh, Sri Lanka, Azerbaijan, dan Papua Nugini melakukan kunjungan pembelajaran di Yogyakarta. Kunjungan tersebut dilakukan untuk mempelajari penanganan permukiman kumuh serta program pemberdayaan masyarakat.

Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Ciptakarya Kementerian Pekerjaan Umum, Amwazi Idrus, mengatakan, Indonesia terpilih menjadi tempat yang dikunjungi karena keberhasilannya dalam penanganan permukiman pascabencana dan penanganan kawasan kumuh.

"Dalam kunjungan tersebut para delegasi melihat praktik terbaik yang dilakukan Indonesia dalam peningkatan kualitas permukiman kumuh dan program pemberdayaan masyarakat," katanya di Sleman, Yogyakarta.

Para delegasi tersebut melihat program rekonstruksi dan rehabilitasi masyarakat dan permukiman di Desa Pagerjurang Kepuharjo dan Dongkelsari. Yogyakarta dinilai dapat menangani permasalahan permukiman yang terjadi setelah erupsi Gunung Merapi.

Selain itu, Yogyakarta juga dinilai menjadi contoh keberhasilan sebuah daerah dalam penanganan permukiman kumuh, rehabilitasi permukiman pascabencana, dan pelestarian budaya.

Amwazi menambahkan, para delegasi juga mengunjungi Rusunawa di Sewon, Bantul. 'Study visit' tersebut dinilai dapat menjadi pembelajaran bagi negara-negara di Asia Pasifik untuk mengatasi masalah permukiman kumuh.

Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Dadan Krisnandar, secara terpisah mengatakan pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan permukiman. Menurutnya, Pemerintah Kota Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Sawahlunto telah berhasil dalam penyelenggaraan permukiman.

Hal ini disebabkan adanya dorongan kepedulian dan peran dari pengelola kota. Sehingga, kota-kota tersebut dapat membangun kota dengan tetap memperhatikan sejarah dan budaya lokal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement