Sabtu 22 Jun 2013 16:46 WIB

'Kenaikan Harga BBM Ujung-ujungnya untuk Pemenangan Pemilu'

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Karta Raharja Ucu
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).   (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengatakan, subsidi harga BBM memberatkan APBN dan tidak tepat sasaran.

Sebab, 20 persen penikmat subsidi BBM adalah orang-orang kaya bermobil. Sedangkan rakyat miskin hanya menikmati subsidi BBM sebanyak lima persen.

Namun, ia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mengurangi APBN-P subsidi pertanian dan subsidi kesehatan, dan memberikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi.

“Memang kenaikan harga BBM ini ujung-ujungnya untuk pemenangan pemilu,” ujarnya di Jakarta, Sabtu, (22/6).

Menurut Anto, pemerintah sangat takut kalah dalam pemilu 2014 mendatang, sehingga berani membuat kebijakan yang menguntungkan posisinya. Termasuk pemberian BLSM yang bisa menaikkan popularitas partai penguasa.

Seharusnya, masih kata Anton, pemerintah berani membuat kebijakan yang tujuannya tidak bagi kemenangan pemilu tapi demi kepentingan rakyat nyata.

Dulu, ujar Anton, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcer berani mengambil keputusan yang membuatnya tidak disukai rakyat Inggris, yakni melakukan privatisasi berbagai perusahaan.

"Namun ia melakukan itu demi kepentingan rakyat Inggris, bukan untuk meraih simpati agar terpilih kembali menjadi perdana menteri. Pemimpin harus bersikap seperti ini,” ujarnya. Sementara pemimpin negeri ini membuat kebijakan pemberian BLSM hanya untuk meraih simpati rakyat, kata Anton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement