REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tidak ambil pusing terkait isu bakal didepak dari koalisi Sekretariat Gabungan (Setgab). Menyoal silang pendapat terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan Setgab.
Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah mengatakan keputusan mengenai keberadaan partainya di Setgab berada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Disampaikan Fahri, ide pendirian koalisi tersebut awalnya memang dicetuskan oleh SBY sebagai kepala pemerintahan. Untuk itu, ia merasa tidak perlu menanggapi serius suara-suara yang medesak agar partainya dipecat dari Setgab.
"Masalah ini kami kembalikan kepada presiden karena pendirian koalisi ini berasal darinya," kata Fahri saat dihubungi melalui sambungan telepon, di Jakarta, Jumat (21/6).
Menurutnya, dalam sistem presidensial, parlemen dan presiden dari awal memang bekerja sendiri-sendiri. Karena itu pandangan PKS sebagai anggota koalisi tidak dimaknai harus selalu sejalan dengan pandangan pemerintah.
"Negara kita ini menganut sistem presidensial, jadi parlemen dan presiden bekerja pada wilayahnya sendiri. Tidak boleh ada langkah-langkah di luar konstitusi," ujar Fahri.
Ia berpendapat perkembangan isu-isu strategis yang tengah dibahas di DPR tidak dipengaruhi oleh kekuatan fraksi-fraksi tertentu, melainkan bergantung pada perspektif masing-masing anggota dewan.