Jumat 21 Jun 2013 17:51 WIB

Pemerintah Didesak Cabut Izin Perusahaan di Titik Kebakaran

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyayangkan sikap lamban pemerintah dalam menanggulangi kebakaran lahan gambut di Riau. Mereka pun mendesak agar pemerintah mengambil tindakan cepat dan tepat guna mengantisipasi terjadinya krisis ekologi yang semakin meluas.

"Pemerintah terkesan reaktif dalam menangani persoalan ini. Mereka baru bertindak setelah Singapura menyatakan protesnya kepada Indonesia atas kiriman asap dari Riau," kata aktivis Walhi Nasional, Zenzi Suhadi, di Jakarta, Jumat (21/6).

Menurutnya, kebakaran di Riau merupakan mimpi buruk yang muncul secara rutin setiap tahun di provinsi yang sama. Hal ini menunjukan pengawasan dan pencegahan terhadap kebakaran hutan dan lahan di Indonesia masih sangat lemah.

Zenzi menuturkan, persoalan kabut asap bukan hanya sebatas masalah lingkungan. Namun juga berkaitan dengan tata kelola lahan dan hutan yang salah urus. Akibatnya, masalah ini pun merambah pada persoalan politik bilateral. "Kebakaran hutan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari buruknya pola kebijakan peruntukan lahan dan hutan di negeri ini," ujarnya.  

Zenzi melihat kebakaran rutin hutan selama satu dekade ini tidak semata-mata dikarenakan perubahan mata rantai ekologis. Namun dipengaruhi oleh unsur kesengajaan pelaku usaha perkebunan skala besar dalam pembukaan lahan. Termasuk juga kelalaian pelaku usaha industri, serta proses pengeluaran izin penguasaan wilayah yang tidak terkendali.

Direktur Eksekutif Walhi Riau, Rico Kurniawan menyatakan, lebih dari 300 titik api yang ada di Riau tahun ini berada dalam wilayah konsesi HTI dan perkebunan. Ini menunjukkan, proses pengeluaran izin usaha perkebunan dari pemerintah tidak dilakukan berdasarkan kajian yang memadai. "Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah seharusnya segera mencabut izin usaha di titik-titik konsesi yang mengalami kebakaran tersebut," kecamnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement