REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Permasyarakatan (Lapas) ternyata tidak menjadi penghalang bagi bandar Narkoba yang dipenjara untuk tetap menjalankan bisnis haramnya.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Benny Mammoto mengatakan, dari fakta yang ia temukan, para Bandar Narkoba masih dengan leluasa mengendalikan sindikatnya dari balik jeruji besi. Diantara mereka, kata Benny, sukses memanfaatkan lengahnya pengamanan di Lapas.
“Satu oknum saja, petugas Lapas yang mengkhianati tugasnya, maka terpidana bandar Narkoba ini bisa tetap leluasa menjalankan bisnisnya dari balik penjara,” ujar Benny kepada Republika di Kantornya Gedung BNN, Jakarta Timur, Rabu (19/6).
Benny berujar, faktor utama masih leluasanya bandar Narkoba mengendalikan jaringannya dari Lapas ialah alat komunikasi. Ponsel, menjadi senjata andalan yang digunakan para napi Narkoba melancarkan aksinya.
Dia mengatakan, beberapa kali BNN mengajukan adanya razia di sejumlah Lapas yang diduga kuat menjadi tempat napi mengendalikan bisnis Narkoba. Ternyata benar, ratusan Ponsel bahkan narkoba siap konsumsi pun ditemukan.
Menurut Benny, BNN sebenarnya sangat mengapresiasi kinerja Kementerian Hukum (Kemenkum) dan HAM di bawah kepemimpinan saat ini. Dia mengatakan, sejumlah aturan tegas sudah dirumuskan oleh Kemenkum HAM demi membatasi gerak-gerik dari napi yang merupakan bandar Narkoba.
Namun pada faktanya, beberapa pengungkapan kasus yang dilakukan oleh BNN dan Polri terkait Narkoba masih menunjukan dipenjara bukan halangan bagi Bandar Narkoba untuk terus berbisnis.
“Cukup dengan Ponsel atau teknologi Skype, mereka bebas mengatur bisnisnya, memesan barang dari luar negeri lalu mengondisikan pengiriman dan pembayaran,” kata dia.
Tidak hanya masih dapat mengatur bisnis, di Lapas pun menurut Benny para bandar Narkoba dapat mengatur strategi untuk lebih mengembangkan jaringan mereka. Benny mengatakan, sel Lapas yang tertutup dan jauh dari dunia luar membuat para napi Narkoba dapat dengan leluasa berkumpul dan berdiskusi.
Perbincangan antar otak dari sindikat Narkoba ini menjurus kepada beragam topik untuk membuat negara ini menjadi pasar yang berpotensi. Dapat dibayangkan, kata dia, sejumlah bandar besar Narkoba dari mulai kelas kampung hingga internasional berkumpul dalam satu ruangan. Tentu bukan bahasan main-main yang sedang mereka bicarakan.
Inilah menurutnya lini yang masih harus dibenahi dalam pemberantasan Narkoba. Dia berujar, akan menjadi sebuah ironi memilukan ketika para penegak hukum mampu memenjarakan seorang bandar Nakoba, namun ternyata di Lapas justru menjadi surga lebih yang lebih indah untuk mengatur Narkoba.
“Di balik tembok, leluasa, hidup tidak kena pajak, aman, tapi uang masih bisa terus dicetak hanya dengan komunikasi saja, ini tentu malah menguntungkan mereka,” kata dia.