REPUBLIKA.CO.ID, MAKASAR -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja menyampaikan LHP LKPP Pusat kepada DPR dan presiden dengan memberikan Opini Wajar Dengan Pengecualian.
Anggota BPK Ali Masykur Musa menjabarkan, salah satu yang dikecualikan dan siginifikan adalah bantuan sosial.
Hasil temuan BPK menyebutkan, belanja bansos sebesar Rp 1,91 triliun masih mengendap di rekening penampungan kementerian negara/lembaga dan tidak disetor ke kas negara.
Selain itu penggunaan belanja bantuan sosial sebesar Rp 269,98 miliar tidak tepat sasaran.
"Besarnya nilai temuan tersebut menunjukan adanya keteledoran penggunaan anggaran oleh pemerintah pusat atau daerah yang cenderung digunakan tidak sesuai dengan kepentingan rakyat kecil," ujarnya di Makasar, Jumat (14/6).
Selain ceroboh, Cak Ali juga menengarai jumlah anggaran bansos setiap tahunnya meningkat. Apalagi menjelang pilkada dan pemilu.
"Ini tidak bisa dipungkiri bahwa bansos berkaitan dengan ritme politik," ungkapnya.
Dia pun menyarankan agar belanja bansos dipangkas dan dikonversi menjadi belanja modal masing-masing kementerian atau pemda.
"Penggunaan anggaran bansos oleh pemerintah seakan-akan menjadi dewa penolong terhadap rakyatnya, padahal itu uang rakyat," katanya.
Seperti yang dilaporkan BPK, bansos meningkat tajam dari Rp 57 triliun pada 2008 menjadi Rp 75,6 T pada 2012.
Saran lain yang disampaikan Cak Ali adalah agar kriteria bansos hanya untuk betul-betul untuk menanggulangi risiko sosial. Seperti menyasar rakyat miskin di sektor petani, nelayan dan buruh sektor informal.