Kamis 13 Jun 2013 11:23 WIB

Ambang Batas Parlemen Dinilai Lebih Kejam dari Penghapusan Dapil

Rep: dyah ratna meta novi/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Gedung Parlemen Kompleks Senayan
Foto: ANTARA
Gedung Parlemen Kompleks Senayan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setelah mengalami masalah dengan pengguguran dapil, kini parpol ramai-ramai memperkarakan KPU.

Pengguguran dapil menurut Sekjen PBB BM Wibowo tak adil, bahkan melanggar hak asasi karena menimpakan sanksi kepada pihak yang tidak bersalah.

Meski ia menyatakan ada yang lebih tidak adil lagi yakni keberadaan ambang batas parlemen yang dianggap melanggar hak politik parpol maupun caleg.

Saat penyusunan revisi Undang-undang Pemilu, ujar Wibowo, parpol yang duduk di Senayan sudah sering diingatkan. "Gara-gara orang lain, mereka yang mendapatkan kursi begitu saja dieliminasi," ujarnya, Kamis, (13/6).

PBB, terang Wibowo, mengalami kerugian begitu besar pada Pemilu 2009 akibat ambang batas, namun  parpol di Senayan tetap saja menaikkan ambang batas bahkan memberlakukannya hingga tingkat kabupaten/kota.

Untung, ujar Wibowo, dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi, ambang batas parlemen dikembalikan hanya berlaku untuk DPR RI.

"Bila penghangusan dapil sebagai konsekuensi pemberlakuan aturan itu harus dianulir, maka kami menuntut penerapan Ambang Batas juga perlu dibatalkan," ujarnya.

"Parliamentary Threshold jauh lebih kejam dari pada penghangusan dapil. Penghangusan dapil membatalkan kepesertaan, sedangkan Parliamentary Threshold membatalkan hasil pemilu, bahkan meliputi seluruh dapil," kata Wibowo.

 

Bila penghangusan dapil saja yang dianulir, kata Wibowo, sedangkan Parliamentary Threshold tetap diberlakukan, maka timbul ketidakadilan dan inkonsistensi dalam pemilu. Ia berharap KPU dan Bawaslu mempertimbangkan hal itu dengan jernih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement