Ahad 09 Jun 2013 11:24 WIB

Mengenang Kisah Cinta Taufiq-Mega

Rep: Hannan Putra/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Taufiq Kiemas (kanan) bersama Megawati Soekarnoputri (kiri).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Taufiq Kiemas (kanan) bersama Megawati Soekarnoputri (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepergian Almarhum Taufiq Kiemas menyisakan sejumlah kisah dan kesan bagi orang-orang yang pernah hadir semasa hidupnya.

Diantara kisah yang paling berkesan tentunya kisah bersama istri tercinta, mantan Presiden RI, Megawati Soekarno Putri. Sebagaimana dituturkan oleh adik ke-3 Taufik Kiemas, Dusi Kiemas, sebenarnya Taufik sudah bercita-cita ingin menikahi Megawati sejak kelas enam sekolah dasar.

“Saya ingat, waktu itu almarhum bilang, saya ingin kawin dengan  ibu megawati. Ketika itu masih kelas enam SD,” jelas Dusi yang hadir di pemakaman Almarhum di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (9/6).

Namun pertemuan keduanya baru bisa terwujud pada bulan Juli 1971 dalam acara ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur.

Saat itu, Taufiq Kiemas bersama Guntur Soekarnoputra dan Panda Nababan ikut serta dalam ziarah tersebut dan kunjungan ke komplek perumahan AURI di Madiun. Keduanya berkenalan untuk kali pertama.

Seperti dikisahkan dalam buku Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam, dikisahkan Megawati sebelumnya telah menikah dengan Letnan (Penerbang) Surindro Suprijarso di tahun 1964. Sepeninggal Surindro, KakakMengawati, Guntur memperkenalkannya dengan Taufiq Kiemas.

Penampilan Taufiq yang waktu itu gagah, tinggi, dan pembawaan yang ramah ternyata menarik hati Megawati. Walau Megawati saat itu sudah memiliki dua anak, Mohammad Rizki Pratama (Tamtam) dan Mohammad Prananda (Nanan), hal itu mendapat sambutan baik dari Taufiq.

Setelah menjalin hubungan, keduanya sepakat melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan pada Maret 1973. Resepsi pernikahan pun dilangsungkan dengan sederhana di Panti Perwira, Jalan Prapatan, Jakarta Pusat. 

Setelah menikah dengan Megawati, Taufiq semakin aktif di kepartaian PDI Perjuangan. Walau secara politik kedua sejoli ini sering berbeda pandangan dan pola pikir, namun rumah tangga mereka berlangsung harmonis. Hingga pada 1974, lahirlah seorang puteri yang cantik yang kemudian diberi nama Puan Maharani. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement