REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengawasi 14 aset milik pengusaha Sukanto Tanoto yang akan disita untuk membayar pajak tunggakan senilai Rp 2,5 triliun kepada negara.
Kejagung mengatakan, Sukanto diberi jangka waktu satu tahun untuk merampungkan seluruh hasil sitaan untuk dikembalikan kepada negara.
Dibantu Ditjen Pajak, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kejagung mulai mempersiapkan langkah penyitaan. “Kami bagi-bagi fungsi dalam melakukannya (penyitaan aset Asian Agri),” ujar Jaksa Agung Basrief Arief di gedung di Jakarta, Jumat (7/6).
Basrief berujar, hingga saat ini Kejagung masih menghitung sembari mengawsi gerak-gerik 14 perusahaan yang akan mereka sita. Kelak, saat persiapan sudah matang, tiba saatnya kata Basrief, Kejagung akan bergerak melakukan penyitaan.
“Sementara status quo sudah diberikan, aset-aset ini sudah diblokir. Kami akan pantau sebelum penyitaan jangan sampai malah terjadi ambil alih perusahaan. Kapan waktunya (penyitaan), akan secepatnya,” ujar Basrief.
Sebelumnya, kasus penggelapan pajak PT Asian Agri terjadi tahun 2002-2005 dengan modus merekayasa jumlah pengeluaran perusahaan. Penggelapan pajak anak perusahaan Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu diperkirakan mencapai Rp 1,340 triliun. Mahkamah Agung (MA) telah memvonis mantan manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut, dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun.
Perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto itu juga dihukum membayar denda Rp 2,5 triliun atau setara dengan dua kali lipat nailai pajak yang digelapkan. Seharusnya, denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun.