REPUBLIKA.CO.ID,Debu beterbangan di Jalan Raya Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan, seakan melengkapi panas siang yang terik di kota pinggir pantai tersebut. Terlihat jelas pertambangan batubara dan perkebunan sawit yang bertebaran di sekeliling kota mencerminkan kekayaan alam Kalimantan.
Berbagai truk pengangkut batubara dan sawit yang melaju di tengah kota menegaskan kesibukan kota dalam menjalankan aktivitasnya. Walaupun sudah ada peraturan yang melarang truk pengangkut batubara dan hasil pertambangan lainnya melintas di jalan umum, masih ada saja truk yang kucing-kucingan dengan aparat.
Memang Bumi Borneo dianugerahi dengan sumber daya alam, terutama batubara dan minyak gas, yang melimpah. Propinsi Kalimatan Selatan misalnya, begitu berlimpah dengan batubara. Bahkan di beberapa tempat tertentu di wilayah Tanah Bumbu misalnya, kita tidak perlu melakukan penggalian ataupun pengeboran tanah untuk menambang batubara. Cukup dikeruk sedikit saja lapisan tanah bagian atas, maka batubara mentah akan didapat.
Selain potensi tambang batubara, Tanah Bumbu pun dianugerahi dengan potensi bijih besi. Kabarnya investor dari luar negeri sedang menjajaki kemungkinan untuk mengeksplorasinya.
Selain hasil tambang, Kalimantan Selatan pun terkenal akan hasil perkebunannya, terutama kelapa sawit. Entah berapa juta hektar lahan hutan yang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Seharusnya, dengan potensi hasil tambang dan perkebunan tersebut di atas, warga Kalimantan Selatan dan daerah pertambangan lainnya dapat menikmati kemakmuran. Paling tidak, masyarakat sekitar yang bukan karyawan perusahaan pertambangan dan perkebunan dapat menciptakan peluang usaha, baik sebagai supplier perusahaan pertambangan maupun menjadi perusahaan sub kontraktor. Karyawan pertambangan dan perkebunan pun membutuhkan pasokan bahan pangan, sandang dan papan. Roda perekonomian pun akan berputar, dan masyarakat makin sejahtera.
Namun kenyataannya tidak seindah yang dibayangkan. Masyarakat di sekitar pertambangan masih tertinggal kesejahteraannya. Terjadi kesenjangan yang cukup tinggi antara pemilik tambang, para pekerja tambang, serta masyarakat sekitar. Hal ini juga berlaku antar wilayah, dimana wilayah yang memiliki area pertambangan lebih sejahtera dibandingkan wilayah lain yang tidak memiliki area pertambangan.
Salah satu instrumen ekonomi yang terbukti efektif untuk mengatasi masalah kesenjangan ekonomi tersebut adalah melalui pajak. Selain memiliki fungsi untuk menghimpun penerimaan negara, pajak juga berfungsi sebagai alat pemerataan kemakmuran. Penerimaan pajak yang berasal dari Wajib Pajak akan dikumpulkan sebagai penerimaan Negara oleh bendahara Negara, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Daerah yang kaya menghasilkan penerimaan pajak yang besar, sementara daerah yang kurang sejahtera memiliki penerimaan pajak yang lebih kecil. Semuanya dihimpun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan dibukukan sebagai penerimaan Negara. Melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, APBN yang diusulkan oleh pemerintah disahkan, dan disalurkan ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Untuk tahun 2013 ini, sebanyak Rp 528,630 miliar disalurkan ke daerah, melalui Dana Perimbangan sebesar Rp 444.798 miliar serta Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian sebesar Rp 83.831 miliar. Dana terbesar disalurkan melalui Dana Alokasi Umum sebesar Rp 311.139 miliar. Selain Dana yang disalurkan melalui mekanisme transfer, pemerintah juga mendapat menyalurkan dana APBN secara tidak langsung melalui unit-unit satuan kerja yang terletak di level propinsi maupun di level kota/kabupaten.
Dilihat dari kompoisisinya, 70% dana APBN 2013 sebesar Rp 1.529 triliun berasal dari penerimaan pajak dalam negeri. Peran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pun menjadi sangat vital untuk menghimpun penerimaan negara. Oleh karena itu, Ditjen Pajak telah mendirikan berbagai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh pelosok Indonesia guna melayani Wajib Pajak.
Unit kerja di lingkungan Ditjen Pajak yang membina Wajib Pajak, termasuk Wajib Pajak pertambangan dan perkebunan di Tanah Borneo adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Batulicin, yang membawahi dua wilayah kabupaten: Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru di Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk tingkat nasional, Ditjen Pajak memiliki KPP Pertambangan dan KPP Minyak dan Gas (Migas). Dengan dukungan kantor pelayanan pajak ini, Ditjen Pajak berharap agar penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan migas dapat dioptimalkan.
Peran pajak sebagai alat redistribusi pendapatan nasional pun terbukti di Indonesia. Melalui dana transfer yang sebagian besar berasal dari pajak, daerah yang miskin sumber daya alam tetap dapat membangun daerahnya. Sehingga tingkat kemakmuran masyarakat pun akan semakin merata. Melalui pajak pula, warga negara yang masih hidup dibawah garis kemiskinan berkesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan meperoleh fasilitas kesehatan yang memadai dengan biaya dari pemerintah. Sehingga dengan semakin banyak pajak yang berhasil kita kumpulkan, kesejahteraan masyarakat akan semakin merata. Mari bangkit Indonesia!