REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyesalkan habisnya blangko Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) di sejumlah kantor Samsat di Tanah Air.
"Ini membuktikan pelayanan Polri kepada masyarakat kurang baik," kata Neta dalam keterangaN, Kamis. Melihat kondisi itu, Neta meminta kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk menegur Kapolri agar memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
Dia mengatakan pelayanan masyarakat untuk mendapatkan STNK, BPKB atau SIM tidaklah gratis.
"Masyarakat bayar mahal untuk itu, tetapi kenapa blangko bisa habis," ujarnya.
Dari pendataan IPW, untuk satu blanko STNK, Polri atau pemerintah mendapat untung 233 persen, BPKB sebesar 321 persen, dan SIM 426 persen.
Sementara harga selembar STNK sekitar Rp 15 ribu dan dijual ke masyarakat seharga Rp 50 ribu, selanjutnya harga SIM yang Rp 19 ribu dijual ke masyarakat Rp 100 ribu. "Itu di luar pungutan liar," kata Neta.
Menurut dia, keuntungan Polri atau pemerintah dalam pengadaan STNK, BPKB, dan SIM sangatlah besar. Rata-rata setiap tahun keuntungan bersih mencapai Rp 2 triliun, bahkan pada 2013 diperkirakan naik mencapai Rp 2,5 triliiun.
"Sekali lagi angka ini masih di luar pungutan," katanya. Berdasarkan gambaran itu, Neta menilai habisnya stok blangko STNK, BPKB atau SIM adalah hal yang tidak etis.
Menurut Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa untuk Pelaksanaan Kegiatan Korlantas Polri Tahun Anggaran 2013, pengadaan dokumen kendaraan itu dilakukan pada Januari hingga Pebruari 2013. "Artinya Polri sudah melanggar komitmen yang dibuatnya sendiri," katanya.
Kini Polri menyiasatinya dengan surat sementara untuk pembuatan STNK dan BPKB. Hal itu tidak mendasar dan tidak memiliki kekuatan hukum. "Surat sementara yang bersifat darurat itu lahir akibat kecerobohan Polri sendiri, dan itu bisa mempengaruhi kepercayaan publik," katanya.