Kamis 30 May 2013 14:47 WIB

BPN Diminta Bentuk Tim Inventarisasi Masalah Tanah Rempang

Kantor Pelayanan BPN
Foto: Republika/Musiron
Kantor Pelayanan BPN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjuangan mendapatkan tanah garapan dari negara membutuhkan waktu panjang dan melelahkan. Perjuangan inilah yang dialami masyarakat Batam, Kepulauan Riau, yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau-Pulau Rempang Galang (Himad Purelang).

Sudah tiga hari ini Himad Purelang menggelar aksi ujuk rasa di Jakarta. Hari Pertama, mereka menggelar aksi ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hari kedua, aksi unjuk rasa digelar di Kementerian Dalam Negeri.

"Di Kementerian Dalam Negeri kami berdiskusi masalah yang kami sampaikan terkait SK Walikota Batam. Saa itu bagian hukum Kemendagri terheran-heran pada kualitas dari Surat Keputusan (SK) Walikota Batam Nomor: KPTS.120/HK/III/2013 tentang Penunjukan Pengelolaan Pantai Melur Kelurahan Sijantung Kecamatan Galang Kota Batam tanggal 1 Maret 2013," kata Ketua Umum Himad Purelang Blasius Yoseph didampingi Sekretaris Umum Janner Sinaga saat di wawancara wartawan Rabu (29/5).

Dijelaskan Blasius, hari ini kami berunjuk rasa di Badan Pertanahan Nasional (BPN), Jakarta Selatan. "Di BPN kami diterima oleh tim Direktorat Konflik BPN dan unsur lainnya yakni Pak Pelopor, Syafrian, Dadang Fuad dan Sumarto untuk berdiskusi saat menerima kami," ujarnya.

"Kami mempermasalahkan SK Walikota Batam terkait  pariwisata di Pantai Melur, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sebab, pantai itu merupakan tanah garapan yang sudah kami daftarkan ke BPN tahun 2008 dan kemudian permohonan pelepasan tanah garap kami lengkapi tahun 2010," ungkap pria berusia 70  tahun itu.

Perwakilan BPN mengatakan, permasalahan tanah Negara di rangkaian Pulau Rempang Galang yang didaftarkan Himad Purelang sudah masuk dalam 82 kasus pertanahan di Indonesia yang menjadi prioritas untuk ditangani BPN. "Penuntasan kasus prioritas ini atas perintah dari Kepala BPN Hendarman Supanjdi, sesuai dengan rapat dengan Komisi II DPR RI," ujar Blasius.

Menurut Blasius, sebagai satu-satunya pendaftar tanah garapan Negara dirangkaian Pulau-pulau itu sejak 2008, kami mengajukan usul agar Direktorat Konflik BPN melakukan langkah-langkah konkrit untuk membembentuk tim inventarisir masalah. Karena kami memiliki semua transaksi jual beli tanah Negara yang dilakukan oknum aparat Pemerintahan dari mulai mantan Lurah, Lurah, kantor Camat bahkan kantor Walikota.

"Kami bangga akan keseriusan Kepala BPN menangani tanah garapan di Indonesia salah satunya di tempat kami," kata Blasius berkaca-kaca di kedua matanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement