Selasa 28 May 2013 06:08 WIB

Tangis Bunda Dibalik Vonis Doyok

  Fitra Rahmadani (FR) alias Doyok menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/1).  (Republika/Adhi Wicaksono)
Fitra Rahmadani (FR) alias Doyok menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/1). (Republika/Adhi Wicaksono)

Oleh Gilang Akbar Prambadi

REPUBLIKA.CO.ID, Tetes air mata mengiringi akhir dari persidangan pelaku pembunuhan Alwy, korban tawuran maut antara SMU 70 kontra SMU 6 Jakarta.

Pelaku pembunuhan remaja lima belas tahun tersebut, Fitra Rahmadani alias Doyok pun divonis penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

 Pasal 170 ayat 2 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan luka berat dan Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian menjadi pelegal Doyok untuk dipenjarakan.

Keriuhan tercipta kala ibunda korban, Endang Puji Hastuti berang karena penghilang nyawa anaknya dihukum ‘ringan’. Harapannya agar Diana, ibu Doyok, merasakan hal yang sama dengannya pupus. Dalam setiap kesempatan rangkaian sidang, Endang ingin Doyok juga meregang nyawa, alias hukuman mati

Endang yang saat itu menggunakan baju putih dan kepala berbalut kerudung hitam awalnya hanya menitikan air mata saat pembunuh anaknya divonis tujuh tahun.  Dia kemudian tampak ditenangkan oleh suaminya yang kala itu hadir mendampingi, Tauri.

 Namun angin kebahagiaan yang terpancar dari kubu Doyok tampaknya melemahkan kesabaran ibu paruh baya tersebut. Doyok memang hanya dituntut sembilan tahun penjara. Sedangkan majelis hakim memvonis lebih ringan, tujuh tahun penjara.

Mendapati vonis pembunuh anaknya di bawah tuntutan jaksa, Endang kemudian berlari keluar ruang persidangan. Di balik pintu ruang sidang, dia yang masih menangis lantas menghampiri Doyok yang sedang digiring oleh petugas PN Jaksel keluar.

Sumpah serapah  kemudian keluar dari mulut ibu berperawarakan tambun ini. Kerudungnya yang sudah tampak jauh dari kata rapih tak ia hiraukan lagi.

Air mata masih jatuh dan lantas membasahi wajah Endang saat hardikan demi hardikan ialontarkan pada Doyok. Seketika wajahnya yang terus menangis ditumbuhi gumpalan bedak putih tipis bercampur air mata. Namun saat itu, curahan hatinya tak dapat tertahan.

Sebagian penonton sidang yang didominasi pelajar SMU 70 dan SMU 6 hanya terpana. Mungkin mereka sadar akan perasaan Endang yang tak mungkin bisa bertemu anaknya lagi. Sehingga, perkataan yang Endang keluarkan dibiarkan sebagai wujud pelampiasan kemarahannya.

Di sudut lain, Diana, ibunda Doyok balas mencaci lontaran caci yang menghujani anaknya. Wanita ini juga tampak habis menitikan air mata. Terlihat rona merah di pipi dan hidungnya menggambarkan hal tersebut.

Keributan dua orang wanita yang sama-sama  membela anaknya itu tak tertahankan. “Kamu sudah buat anak saya mati,” kata Endang pada Doyok. “Anak saya kan sudah dihukum,” balas Diana membela Doyok. Kira-kira itulah potongan dialog dari benang merah perselisihan dua orang ibu ini saat itu.

Peran pembantu dalam adegan ini hanya diisi oleh kedua suami mereka. Dua lelaki ini mencoba menghalangi Endang dan Diana agar tetap berjarak. Lainnya, hanya terpana sebagai penonton dan sesekali hanya mengatakan “Sudah bu, sudah,”.

Beruntung, pertikaian keduanya tak berujung kisah versi baru dari apa yang diperbuat anak-anak mereka. Tak lama, Endang bersama suami dan rekan-rekan sekolah almarhum anaknya pulang. Masih menangis, Endang meninggalkan PN Jaksel dengan sesekali memanggil nama anaknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement