REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan Usia Dini (PAUD) memang belum diwajibkan. Namun, jumlah sekolah PAUD yang ada di Indonesia terus bertambah.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat pada rentang 2005-2011 terjadi peningkatan jumlah PAUD dari semula 21.2 persen (2007) menjadi 34.54 persen (2011). Peningkatan itu juga dibarengi dengan penyebaran PAUD di seluruh wilayah Indonesia.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Non formal dan Informal (PAUDNI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Lydia Freyani Hawadi mengatakan, peningkatan dan pemerataan PAUD merupakan prioritas kendati pemerintah kendati anggarannya kecil.
"Melihat dari peranannya, PAUD memang penting. Karena ini menyangkut masalah fondasi pendidikan anak," kata dia di Jakarta, Selasa (21/5).
Prof Rena, demikian sapaan akrabnya, menambahkan lantaran pentingnya posisi Paud, pihaknya sejak 2011 terus mendorong 'Paudisasi'. Nantinya, pada 2015 mendatang, akan terjadi peningkatan partisipasi Paud sebesar 75 persen. "Sebagai implementasi, kami menyiapkan rintisan Paud di daerah, dengan melibatkan tempat ibadah seperti masjid dan juga posyandu," katanya menjelaskan.
Bicara soal kualitas, Prof Rena memang mengakui perlu banyak pembenahan. Misalnya tenaga pendidik. Saat ini, hanya 20 persen tenaga pendidik PAUD yang merupakan sarjana. "Ya, ini yang kami tengah usahakan. Ke depan, tentu harapannya tenaga pendidiknya sarjana semua," tutur Rena.
Perbaikan juga akan menyasar pada kurikulum. Untuk saat ini, kurikulum PAUD yang sudah ada masih terus dikembangkan. Kendati sudah ada kurikulum baru yang disiapkan pemerintah. "Kami masih pergunakan yang ada. Tinggal menyesuaikan saja," imbunya.
Ditanya soal adakah perbedaan kualitas anak yang mengikuti PAUD atau tidak, Prof Rena mengatakan tentu ada perbedaan. Anak-anak yang mengikuti PAUD lebih semangat dan berprestasi. "Itulah, karena ada manfaatnya, sebaiknya anak perlu mengikuti PAUD," sebut Prof Rena mengakhiri.