REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak dituding melakukan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PKS hanya merasa tidak dipelakukan sama oleh KPK di mata hukum.
"Kami merasa tidak diperlakukan sama di mata hukum. Itu kami merasa berbeda," kata Ketua DPP PKS, Al Muzzammil Yusuf di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/5).
Menurut Muzzammil, perlakuan yang sama di mata hukum itu harus ada. Tidak hanya semangat dilakukan terhadap PKS saja. Tetapi juga diberlakukan terhadap tersangka dan terpidana korupsi lainnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu mencontohkan ketika KPK memberlakukan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada kasus mantan presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). UU nomor 8 tahun 2010 itu tidak diterapkan sama pada pelaku korupsi lainnya. Misalnya kasus Angelina Sondakh yang bernilai Rp 32 miliar.
Mantan Wasekjen Partai Demokrat itu tidak dijerat dengan pasal TPPU padahal kasusnya terjadi pada 2012. Di saat yang sama KPK telah berwenang menerapkan UU TPPU.
Begitu pula dengan kasus Hambalang yang nilai kerugian negara disebut mencapai Rp 2 triliun. Bahkan, untuk kasus Hambalang, menurut dia, belum ada permintaan dari KPK kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran dana terkait kasus itu.
"Soal Hambalang juga coba cari dong TPPU-nya, kalau diteliti pasti jauh lebih seru. Mohon perlakuan yang sama, mohon prosedur yang sama," ujar Muzzammil.
Karenanya, PKS meminta KPK agar kembali pada prinsip awal agar penerapan azas equality before the law benar-benar dilakukan sama. Dan dalam melakukan prosedur hukum, KPK tidak mengeluarkan pernyataan- pernyataan yang berbeda. Dengan realitas di lapangan.
"Pak LHI yang belum jelas menerima Rp 1 miliaran sudah dijerat TPPU, tapi Angie yang sudah jelas menerima Rp 32 miliar tidak dijerat sama sekali," ujar Muzzammil.