REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Krisis penegakan hukum di negeri ini dinilai sudah memasuki tahap yang membahayakan. Yang lebih memprihatinkan semua persoalan krisis hukum ini baru permukaan gunung es.
Masih sedikit persoalan-persoalan penegakan hukum yang terungkap di permukaan. Sementara krisis penegakan hukum yang tidak tampak jauh dari jangkauan perhatian publik di negeri ini masih banyak.
"Kasus Susno Duadji, dua pekan lalu hanya puncak gunung es dari krisis hukum di negeri ini," ungkap Rektor Universitas Paramadina, Anies Rasyid Baswedan, di sela pembukaan Sekolah Jurnalis Indonesia, di kantor PWI cabang Jateng, Senin (13/5).
Ia mengatakan, kepastian penegakan hukum di negeri ini 'hampir' tak ada kepastiannya, bahkan dalam segala urusan. Oleh karena itu Anies berharap kepemimpinan ke depan lebih berani dalam hal penegakan dan menjamin kepastian hukum.
Di lain pihak, ia juga mengimbau masyarakat untuk memilih sosok pemimpin yang berani mengambil ketegasan terhadap pimpinan institusi penegakkan hukum di negeri ini. "Masyarakat harus memilih sosok yang pemberani," katanya menegaskan.
Masayarakat, ia melanjutkan, jangan memilih mereka (red; pemimpin) yang kompromi terhadap para koruptor di negeri ini. Sebab jika persoalan krisis hukum ini tidak segera ‘dibereskan’ sekarang, negeri ini bakal ditinggalkan banyak orang.
Kenapa demikian, karena bangsa ini menghadapi kelemahan dalam penerapan hukum. “Kita sudah punya Undang Undang maupun peraturan. Hanya saja penerapannya lemah. Karenanya masalah krisis hokum ini butuh perhatian yang serius," ujar Anies.
Disinggung berbagai manuver politik para elite, yang kerap mewarnai upaya penegakan hokum di negeri ini, Anies berpendapat hukum tetap jalan terus dan tidak perlu mengaitkannya dengan manuver politik.
"Prinsipnya ketegasan dan hukum tetap jangan terpengaruh dan dijalankan sesuai ketentuannya. Kalau memang harus ditangkap ya ditangkap, kalau memang harus diproses ya segeralah diproses," katanya menegaskan.