Ahad 12 May 2013 12:46 WIB

Ormas Islam: Istilah Teroris Jangan Diskriminatif

Rep: Amri Amrullah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Sejumlah petugas kepolisian memeriksa rumah kos salah seorang tersangka yang diduga teroris di daerah Babakan Sari Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/5).
Foto: Antara
Sejumlah petugas kepolisian memeriksa rumah kos salah seorang tersangka yang diduga teroris di daerah Babakan Sari Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa organisasi masyarakat (Ormas) meminta makna terorisme harus dijabarkan secara lebih luas tanpa mengandung unsur diskriminatif.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam se-Indonesia (LPOI), Lutfi A. Tamimi dalam dialog membahas perluasan makna terorisme di Jakarta, Sabtu (11/5).

Lutfi menegaskan perluasan makna terorisme ini penting untuk menyamakan persepsi, semua tindakan kekerasan terhadap apa dan siapapun masuk dalam kategori teror. Ini juga menegaskan aksi teror agar tidak terkesan diskriminatif dan mengarah pada golongan tertentu.

"Kami ingin tegaskan terorisme bukan ajaran Islam, dan untuk itu seluruh Ormas Islam kami libatkan. Ada kejahatan korupsi dan narkoba yang juga menjadi ancaman bangsa, dan itu layak disebut terorisme," tegas Lutfi.

Beberapa perwakilan ormas Islam yang turut hadir dalam dialog ini seperti, NU, PERSIS, Al Irsyad Al Islamiyah, Ittihadiyah, Perti, Mathla’ul Anwar, Az Zikra, IKADI, PITI, Syarikat Islam Indonesia, Al Washliyah termasuk Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan Front Pembela Islam (FPI).

Lutfi juga mengungkapkan, keseriusan Ormas yang tergabung dalam LPOI ini akan siap bekerjasama untuk menghindari diskriminasi makna teroris ini dengan pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Dan kami membuka pintu kepada siapa pun," ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, terorisme tidak serta merta mengarah pada Islam saja. Karena radikalisme umat beragama merupakan tantangan semua elemen bangsa. 

Terlebih, Agama Islam tidak pernah mengajarkan untuk membolehkan untuk membunuh kecuali dalam keadaan berperang. Ini yang perlu disadarkan, Umat Islam Indonesia tidak boleh mendompleng ayat suci atau ajaran agama untuk melakukan kekerasan dengan tujuan apapun.

"Jadi betapa pentingnya nyawa dan jiwa dalam Islam. Tidak boleh atas nama agama membahayakan nyawa orang, apalagi yang tidak berdosa,"  ujarnya. Ia mengatakan, Nabi Muhammadi SAW sekalipun tidak pernah mencontohkan kekerasan terhadap kelompok lainnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement