REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seyogyanya, Jumat (10/5) ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar memutuskan pelanggaran etika yang dilakukan KPU dan Bawaslu. Namun, tak ada penjelasan resmi dari DKPP sidang keputusan tesebut diundur pekan depan.
Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA), Said Salahudin mengatakan, mundurnya keputusan yang diambil DKPP tesebut karena masih dalam perdebatan di internal DKPP.
"Anggota DKPP ini berisikan orang-orang dengan latar belakang berbeda-beda. Ada dari unsur tokoh masyarakat dan ada juga dari unsur pemerintah. Tentunya, masing-masing anggota DKPP mempunyai tujuan dan maksud yang berbeda masuk ke DKPP," kata Said Salahudin saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (10/5) malam.
Said yakin DKPP akan memecat anggota KPU. Keyakinan Said tersebut diperkuat dengan data yang dimilikinya termasuk manipulasi yang diduga dilakukan oleh KPU termasuk perturn KPU Nomor 14 dan Peraturan KPU Nomor 15.
"Saya yakin ada dua sampai tiga Komisioner KPU dipecat DKPP. Kendati ada pemecatan, sistem penyelengaraan pemilu di KPU tidak akan oleng," ujar Said menganalisis.
Menurut Said, jika terjadi pemecatan, hal itu tidak akan memperngaruhi kinerja KPU. Karena, pemecatan tersebut menurut Said tidak akan merugikan KPU secara kelembagaan. "Kalaupun tujuh komisioner KPU dipecat DKPP, Sekjen KPU bisa mengambil alih tugas komisoner tersebut," tuturnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mencermati sidang di DKPP sangat jauh berbeda kualitas dan kuantitasnya, jika dibandingkan sidang di Bawaslu maupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).
"Di DKPP dilakukan sidang yang sangat mendalam untuk memeriksa alat bukti yang diajukan pengadu terkait dengan verifikasi faktual partai politik (Parpol), mendengarkan keterangan saksi dan keterangan saksi ahli serta (ini yang tidak pernah) melakukan sidang lapangan di tiga Provinsi," katanya.
Menurut Junisab, sudah sedalam itu kinerja DKPP dengan menggunakan uang Negara dan menghabiskan waktu yang luar biasa lama, sayang jika DKPP hanya akan melahirkan keputusan yang 'tidak adil' dan sekedar memberikan sanksi kepada Komisioner KPU dan Bawaslu, dengan alasan kewenangan mereka hanya memeriksa etika penyelenggara Pemilu.
"Jika hasil kerja DKPP hanya secetek itu maka bisa dikatakan bahwa persidangan DKPP adalah bubble, teori balon yang terkesan besar namun sesungguhnya kerdil. DKPP terlihat sudah merendahkan martabatnya sendiri karena peradilan yang mereka lakukan tidak memberikan rasa adil layaknya peradilan," katanya mengakhiri.