REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat teroris Nuzuruddin Lazuardi mengatakan, jaringan terorisme di Indonesia memang masih terus berkembang. Tenaga-tenaga muda sebagai sumber daya manusia yang baru terus hadir menggantikan para pejuang senior yang sebelumnya telah mati.
Sepeninggal figur teroris berpengaruh, seperti Dr Azhari dan Noordin M Top, jaringan teroris di Indonesia pun mulai terpecah belah. Sebagian ada yang menyadari perbuatannya selama ini menyimpang dan keluar dari dunia terorisme. Namun yang masih bertahan tak kalah sedikit.
Mereka yang bertahan ini terus konsisten membangun kembali jaringan dalam kelompok-kelompok kecil. Inilah asal maraknya wajah baru di kancah terorisme Indonesia.
"Jadi masing-masing kelompok melakukan perekrutan dan terus berkembang. Memang mengkhawatirkan," katanya ketika dihubungi Republika Kamis (9/5).
Namun, lanjutnya, meski berkembang dan banyak melakukan perekrutan, para teroris justru meninggalkan celah di setiap kelompok yang ada. Bahkan, kelompok-kelompok kecil ini bukannya bertambah ahli dalam membangun sebuah rancangan aksi terorisme.
Alih-alih, mereka malah tumbuh menjadi seperti amatir dengan gerak-gerik yang makin mudah terbaca oleh kepolisian. Hal ini dianggapnya wajar. Karena kondisi saat ini tak sama seperti lima atau 10 tahun yang lalu.
"Saat ini masanya beda. Dulu dari segi pendanaan, ruang gerak, sampai sumber daya masih mumpuni. Sehingga wajah baru pun bisa langsung piawai," ujarnya.
Dia mencontohkan, saat Dr Azhari masih memimpin, sepak terjang jaringan antibarat ini sangat berbahaya. Selain sokongan dana yang kuat, para teroris juga masih memiliki sosok pembuat bom yang hebat dan berpengetahun tinggi seperti Azhari.
Kehilangan panutan seperti itu, kata dia, ikut membuat kinerja para pendatang baru ini turun. "Bisa kita lihat, anak-anak kemarin sore ini pola kerjanya ceroboh. Belum dapat membuat bom dengan hulu ledak yang besar, organisasi peran dan fungsi. Apalagi memetakan rencana teror," ujarnya.