Selasa 07 May 2013 07:59 WIB

Masyarakat Minahasa Masih Kuat Menjaga Gotong Royong

Rep: Priyantono Oemar/ Red: Heri Ruslan
Masyarakat Minahasa
Foto: antara
Masyarakat Minahasa

REPUBLIKA.CO.ID,  TONDANO -- Dua bulan berada di Sulawesi Utara, Tim Ekspedisi NKRI Subkorwil Minahasa mencatat masih kuatnya gotong royong di masyarakat Minahasa. Kegiatan gotong royong itu bertahan karena masyarakat meyakini nilai-nilai yang mendasarinya.

"Kata warga di beberapa lokasi penelitian kami, itu karena tugas manusia adalah memberikan pelayanan terhadap sesama," ujar M Nur Al Afif, anggota Tim Peneliti Sosial Budaya Ekspedisi NKRI, Senin (6/5).

Ahad (5/5) Tim Peneliti Sosbud ikut bergotong royong memindahkan rumah dengan cara menggotong rumah kayu itu beramai-ramai di Desa Tawaang, Minahasa Selatan. Rumah digotong ke lokasi baru dengan mengangkatnya beramai-ramai.

Wakil Komandan Ekspedisi NKRI Subkorwil Minahasa Kapten Jaidi mengatakan setiap ada kegiatan, warga berbondong-bondong datang dengan membawa beragam makanan. "Tradisi di sini memang seperti ini, saling membantu dengan apa yang dipunya," jelas Meytilistina, dosen Universitas Negeri Manado, yang bergabung sebagai tim ahli ekspedisi, mempertegas pernyataan Jaidi.

Pelayanan terhadap sesama itu yang dinilai Prof Ishaq Pulukadang sebagai nilai dasar yang juga membuat terjaganya keserasian soal antarsuku dan antarpemeluk agama. "Kalau ada kekacauan-kekacauan kecil, itu bukan karena masalah SARA, melainkan karena masalah kenakalan anak muda," ujar Ishaq, dosen Universitas Sam Ratulangi, Manado, yang juga tokoh masyarakat Kampung Jawa Tondano.

Jaidi mengakui, kenakalan anak muda memang masih sering muncul. Menurutnya itu terjadi karena kurang banyaknya ruang kegiatan untuk menyalurkan hal-hal positif. Maka, bersama warga Tim Komsos Ekspedisi juga membuat lapangan bola.

Kerukunan dan kegotongroyongan ini tak mengenal SARA. Menurut Wahid Koesasi, kerukunan hidup bersama cukup erat terjalin antara masyarakat Nasrani di Minahasa dan masyarakat Muslim Jawa Tondano. "Orang-orang tua kami dulu sudah memberi contoh, ketika pemeluk Nasrani yang pada awalnya perempuan ingin memiliki gereka, justru orang tua-orang tua kami yang Muslim yang membantunya," ujar pemuda Jawa Tondano ini.

Hingga kini kerukunan itu masih terjalin. Jika ada warga Nasrani yang meninggal atau yang mempunyai hajat, warga Muslim Jawa Tondano akan datang membawa makanan atau ikut membantu memasak di warga yang sedang berduka atau yang sedang punya hajat. Kondisi sebaliknya juga terjadi dari masyarakat Nasrani jika yang berduka atau sedang berhajat adalah warga Muslim Tondano, mereka akan datang membantu.

Selama di Sulawesi Utara, Tim Peneliti Sosial Budaya meneliti di daerah pegunungan dan daerah pesisir. Kampung Jawa Tondano yang warganya Muslim dan Desa Paso yang warganya Nasrani adalah dua tempat di antara beberapa tempat yang masuk dalam kategori wilayah pegunungan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement