Senin 06 May 2013 17:05 WIB

Soal Fotokopi e-KTP, Larangan Pemerintah Dinilai Telat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Dewi Mardiani
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan.  (Ilustrasi)
Foto: Prayogi
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ memberitahukan larangan memfotokopi, menstapler, dan merusak fisik e-KTP. Kartu ini hanya diperkenankan difotokopi sekali. Surat itu ditujukan kepada lembaga keuangan, BUMN, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga.

Namun demikian, surat edaran menteri tersebut tidak sepenuhnya tersosialisasikan kepada masyarakat yang sudah memiliki e-KTP. Maman Suherman yang merupakan warga Lampung sudah satu tahun ini memiliki e-KTP dan sudah memfotokopi kartunya beberapa kali.

"E-KTP saya sudah lama dan sudah beberapa kali difotokopi. Ketua Rukut Tetangga (RT) sama sekali tidak memberitahukan larangan fotokopi ini," ujarnya kepada Republika, Senin (6/5). Maman pun menilai pemerintah 'telat mikir' dan baru menyebarkan informasi sepenting itu baru-baru ini.

Ayu Wandarise Marharina, seorang mahasiswi sebuah universitas negeri di Bogor mengaku juga tak mengetahui larangan ini. "Wah, saya tidak tahu, informasinya sangat terlambat," ujarnya.

Surat edaran Menteri Dalam Negeri menjelaskan chip e-KTP akan rusak jika distapler dan dipres. Sinar mesin fotokopi akan merusak nomor induk kependudukan (NIK). Untuk itu, e-KTP cukup difotokopi satu kali, dan sebagai solusinya jika ingin memperbanyak, fotokopi pertama itu yang digunakan untuk keperluan lainnya. Untuk pengganti e-KTP dalam pengurusan berabgai administrasi, cukup dicatat NIK dan nama lengkap saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement