REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebutkan sembilan korban kasus dugaan praktik perbudakan di sebuah pabrik panci di Tangerang berasal dari Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung.
Kasus itu terungkap dari pengaduan dua pemuda yang bernama Andi Gunawan (20) dan Junaidi (22), kata Ketua Komnas-HAM, SN Laila, saat dikonfirmasi dari Bandarlampung, Minggu.
Menurut dia, Andi dan Junaidi yang berasal dari Lampung Utara itu semula diajak bekerja ke Tangerang oleh orang yang tidak dikenal sebelumnya.
Ia menyebutkan, saat tiba di Tangerang, mereka diserahkan kepada orang lain yang membawanya ke pabrik yang kemudian diketahui sebagai pabrik pembuat panci.
Di pabrik tersebut, tas mereka yang berisi baju, dompet dan telepon genggam diambil oleh pihak keamananan pabrik.
"Mereka disuruh bekerja mulai pukul 06.00 hingga 24.00 WIB, dengan hanya diberi makan pagi dan siang saja," ujar dia.
Selain itu, menurut Laila, mereka juga mendapatkan perlakuan buruk berupa penganiayaan dari centeng (keamanan) di pabrik tersebut.
Laila menjelaskan, karena tidak kuat dengan perlakuan itu, akhirnya pada April ini mereka berhasil melarikan diri dan pulang ke Lampung Utara.
"Kejadian yang mereka alami dilaporkan kepada kepala desa dan langsung melaporkannya ke Polres Lampung Utara," kata Laila.
Ia mengatakan bahwa Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang melakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap pemilik dan keamanan pabrik, sekaligus menyelamatkan 46 buruh pabrik ilegal yang berada di Tangerang.
"Hingga sekarang masih dilakukan pemeriksaan terhadap saksi korban dan pelaku di Polres Tangerang," kata dia lagi.
Komnas-HAM memberikan apresiasi atas tindakan atau reaksi cepat yang dilakukan oleh Polda Metrojaya sehingga kasus ini terungkap.
"Kasus ini terindikasi adanya pelanggaran HAM atas terbebas dari penganiayaan, hak atas kesejahteraan dan hak atas kebebasan pribadi," kata Laila.
Karena itu, menurut dia, Komnas-HAM berharap pihak kepolisian dapat mengusut kasus itu secara tuntas dan memprosesnya secara hukum.
Namun Laila juga mengeluhkan, kasus tersebut menunjukkan masih lemah pengawasan pemerintah pada persoalan ketenagakerjaan baik dari tingkat terendah sampai pusat.