REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT MRT Jakarta baru saja melakukan soft launching proyek Mass Rapid Transit (MRT), Kamis (2/5). Transportasi massal berbasis rel itu disebut-sebut dapat mengatasi kemacetan di Jakarta. Lantas, benarkah MRT dapat menjadi solusi kemacetan di ibu kota?
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan kehadiran MRT belum bisa menuntaskan masalah kemacetan di Jakarta. Dia memperkirakan MRT hanya dapat sedikit mengurangi kemacetan saja. Sebab, jalur MRT tahap satu, Lebak Bulus-Bundaran HI, diprediksi hanya mampu mengangkut 500 ribu penumpang saja per harinya.
Berdasarkan data yang di miliki Dinas Perhubungan Jakarta, saat ini ada 22 juta perjalanan di Jakarta setiap harinya. Sementara, jumlah angkutan umum hanya dua persen saja dari jumlah tersebut.
Menurut Udar, Jakarta baru bisa terbebas dari kemacetan jika 60 persen dari seluruh perjalanan di Jakarta menggunakan transportasi umum. Karena itu perlu dukungan dari angkutan masal lainnya seperti bus TransJakarta.
Mengenai MRT sendiri, Udar menilai secara umum bentuk fisik dan fasilitas MRT di Jakarta tidak akan jauh berbeda dengan MRT yang ada di negara maju lainnya. "Tentu ada AC-nya, lebih nyaman, aman. Tidak sama dengan KRL," kata Udar kepada Republika di Jakarta, Jumat (3/5).
Sementara untuk tarifnya, Udar mengatakan hingga saat ini pemerintah belum memutuskan berapa biaya yang harus dibayar warga untuk dapat menggunakan transportasi massal itu. Disampaikannya, harga tiket MRT masih akan dikaji berdasarkan willingness to pay (kemauan warga membayar) dan ability to pay (kemampuan warga untuk membayar).