Rabu 01 May 2013 10:57 WIB

Pramono Anung: Waspadai Jual Beli Suara di Tikungan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi senior dari PDI Perjuangan, Pramono Anung mengatakan praktik politik uang tidak hanya terjadi saat pemilu berlangsung. Tetapi juga terjadi di tikungan, saat pemungutan suara selesai dan suara akan dihitung penyelenggara pemilu.

"Sekarang malah lebih canggih, ada yang menikung dan menunggu di KPU. Terutama dalam proses jual beli suara," kata Pramono, Rabu (1/5).

Peserta pemilu akan memanfaatkan sistem jual beli suara tersebut saat suara akan dihitung di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tanpa perlu berusaha keras di lapangan, beberapa calon memilih untuk membeli suara calon lainnya.

Kongkalikong bahkan dilakukan sejak pemilu mulai berlangsung. Kesepakatan dibuat antar calon dengan penyelenggara pemilu. Praktik jual beli suara itu terjadi, lanjut Pramono, karena lemahnya fungsi pengawasan pemilu.

Selain personel pengawas yang kurang, profesi pengawas kadang dijadikan tidak hanya sekadar sebagai penyelenggara pemilu. Tetapi sebagai lapangan kerja.

"Yang namanya pengawas bisa bersama-sama dengan calon lakukan penyelewengan. Bahkan pengawas bisa dijadikan lapangan pekerjaan, money politic bisa terjadi kapan pun," jelas Wakil Ketua DPR tersebut.

Dengan modus seperti itu, menurut Pramono, calon petahana atau calon yang bekerja keras di lapangan belum tentu terpilih. Apalagi rentang waktu pemilu legislatif 2014 nanti cukup panjang.

Di lapangan, pengawas biasanya hanya bekerja di tempat pemnungutan suara (TPS). Penghitungan suara hingga di KPU Pusat, meski diawasi akan rentan penyimpangan. "Berpindahnya suara 20 ribu itu gampang. Saksi hanya bekerja di TPS, setelah itu selesai," ungkapnya.

Bila calon ingin memastikan suaranya tidak diperjualbelikan, mau tidak mau dia harus membayar saksi lagi. Artinya, dibutuhkan tambahan biaya yang tidak sedikit oleh para calon anggota legislatif tersebut. Akhirnya, uang tetap menjadi penentu utama dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Karenanya, pada pileg 2014 nanti, Pramono mengharapkan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu harus memastikan. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana teknis saja. Tetapi juga menjalankan fungsi pengawasan dengan tepat agar praktik politik uang di tikungan tidak terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement