REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay mengatakan, masyarakat masih memiliki kecenderungan emilih presiden dari suku Jawa. Oleh karena itu penyelenggara pemilu, pemantau pemilu, dan juga elemen-elemen masyarakat lainnya didesak memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
“Pendidikan politik itu menjadi penting agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya secara sadar dan bertanggung jawab,” katanya di Jakarta, Kamis, (18/4).
Politik aliran yang didasarkan pada primordialisme dan kesukuan, terang Saleh, adalah salah satu ciri dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakatnya.
Masyarakat seperti itu memilih tidak didasarkan atas pilihan rasional, tetapi emosional.
"Kalau itu dikembangkan, maka pemimpin yang terpilih bisa saja tidak memiliki kualifikasi dan kapasitas seperti yang diinginkan,” terangnya.
Soal kualitas ia menegaskan ada beberapa hal yang penting dilihat, pertama, kapasitas intelektual dari capres yang bersangkutan. Memimpin 245 juta rakyat Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah, sehingga dibutuhkan capres yang memiliki pengetahuan yang luas.
Kedua memiliki integritas moral yang mampu dijadikan sebagai panutan dan teladan. Ia menilai selama ini capres dikenal memiliki masalah moral, baik dengan keluarga ataupun dengan masyarakat. Kondisi itu diyakini sulit membawa kemaslahatan bagi orang lain.
Ketiga, memiliki pengalaman di dunia politik dan pemerintahan. Pengalaman menjadi penting agar capres yang terpilih tidak hanya coba-coba.