REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Program keluarga berencana (KB), ternyata menimbulkan permasalahan baru. Seperti yang terjadi di Indonesia bagian timur, ada kecemburuan sosial mengenai keharusan untuk ikut KB. Kecemburuan itu, terkait dengan kesenjangan jumlah populasi penduduk lokal dengan transmigran.
"Jadi, ada kecemburuan," ujar Sudibyo Ali Moeso, plt kepala BKKBN, kepada Republika, Rabu (17/4).
Ia menjelaskan, kecemburuan itu berawal ketika penduduk lokal wilayah tersebut, diharuskan mengikuti program KB. Sedangkan, warga pendatang (transmigran) seolah-olah tak diharuskan untuk ikut KB.
Sehingga, ada kekhawatiran penduduk transmigran ini terjadi ledakan yang luar biasa, yang mengalahkan populasi penduduk lokal.
Akibat ada permasalahan itu, pemerintah daerah setempat kemudian menggulirkan kebijakan yang sifatnya lokal. Jadi, setiap ibu rumah tangga lokal hamil, akan diberi bantuan uang sebesar Rp 5 juta.
Bahkan, pemerintah provinsi (pemprov) setempat, akan diberikan bantuan sebesar Rp 10 juta. Tujuannya untuk meningkatkan populasi penduduk lokal.
Kondisi ini, jelas tidak match dengan program KB yang digulirkan pemerintah. Namun, jika alasan pemerintah daerah tersebut seperti itu perlu dihargai. Dengan catatan, ujar Sudibyo, pemerintah setempat tetap harus memperhatikan kondisi kesehatan ibunya serta kesejahteraan penduduknya.