REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah (pemda) belum efektif dan efisien. Para kepala daerah pun diminta meniru langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyusun prioritas anggaran.
Direktur Urban and Regional Development Institute (URDI) Wahyu Mulyana mengatakan, ada beberapa faktor penyebab tidak efektifnya penganggaran dan pembangunan di daerah. Tidak terintegrasinya proses perencanaan dengan penganggaran menyebabkan terjadinya deviasi.
Tidak adanya partisipasi masyarakat dan minimnya prioritas program yang terukur menyebabkan pembangunan tidak menghasilkan apa-apa. Kondisi itu menyebabkan terjadinya penyimpangan antara perencanaan dan pelaksanaan.
"Bisa mencapai 45 persen anggaran," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Ahad (14/4). Parahnya lagi, kata dia, kepala daerah seringkali gagal dalam membedakan program atau kegiatan yang mendesak dan penting. Alhasil, mereka gagal mengalokasikan kebijakan prioritas yang dibutuhkan rakyat.
Karena itu, gebrakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk memotong program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), tidak mengejutkan. Ia mengimbau, gubernur dan bupati/wali kota untuk meniru langkah Jokowi dalam mengalokasikan rencana prioritas.
"Bukan malah menyebar anggaran di SKPD dengan alasan terjadi pemerataan," kata Wahyu. Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan menyebut terjadi tumpang tindih pengelolaan dana di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dilakukan desentralisasi 16 urusan pusat ke daerah, sementara dari sisi desentralisasi fiskal hanya 30 persen transfer dari APBN.