REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena premanisme yang sedang hangat, ternyata membuat polisi mendefinisikan soal premanisme. Sebelumnya, polisi mengatakan, preman merupakan buah dari pengangguran.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, pengangguran menyebabkan premanisme. Mereka yang tidak bisa mendapatkan yang sifatnya pokok, seperti makan, dengan melalui jalur yang benar, akan memicu orang melakukan hal yang negatif.
"Ini cikal bakal preman, karena mereka tidak bisa mendapat apa yang mereka inginkan," Kata Rikwanto (8/4) lalu.
Rikwanto menambahkan, preman juga hasil dari stereotipe masyarakat. Ketika masyarakat melihat ada orang yang meresahkan, munkin karena pakaian, tato, mengamen sambil meminta uang, masyarakat menghakimi mereka dengan preman. "Biasanya stereotipe masyarakat tentang preman terbawa karena keresahan," kata Rikwanto.
Menurut Rikwanto, mereka yang memiliki tato dan berkeliaran di jalan belum tentu bisa ditindak secara hukum. Masyarakat mengeluh, setelah penjaringan preman, lantas beberapa hari kemudian preman tersebut keluar lagi. "Kita tidak bisa memroses kalau mereka tidak melakukan tindakan melanggar hukum," Kata Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, preman itu tidak bisa didata, karena tidak ada yang mau menyebut dirinya preman. Jadi, ketika masyarakat menyebut mereka adalah preman, langsung seketika mereka disebut preman. "Semua bergantung masyarakat menyebut mereka apa, ini kan stereotipe masyarakat," Kata Rikwanto.