Rabu 10 Apr 2013 13:31 WIB

Keluarga Korban Penyerangan Cebongan Ngadu ke Watimpres

Rep: Esthi Maharani / Red: Djibril Muhammad
Koordinator Kontras, Haris Azhar (kiri).  (Foto : Edwin Dwi Putranto/Republika)
Koordinator Kontras, Haris Azhar (kiri). (Foto : Edwin Dwi Putranto/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta mengadu ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang hukum, Albert Hasibuan.

Mereka yakni Yohanes Kadja, keluarga dari Benyamin Sahetapy Engel; Victor Mambait, keluarga dari Johanes Juan Mambait; Yanny Rohi Riwu, keluarga dari Gamiel Yermiyanto Rohi Riwu; Yohanes Lado, keluarga dai Adrianus Candra Galaja. Kedatangan keempat keluarga korban tersebut didampingi Kontras.

Perwakilan Kontras, Yati meminta agar proses hukum terhadap kasus penyerangan Lapas yang menewaskan empat orang tahanan bisa benar-benar adil, transparan, dan akuntabel.

Menurutnya, tertutupnya akses dan minimnya informasi mengenai hasil pencarian fakta peristiwa ini oleh TNI dan Polisi telah menimbulkan sejumlah spekulasi informasi di publik. Celakanya, isu pembunuhan di Lapas itu justru dibelokkan ke isu lain.

"Situasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membelokkan inti persoalan pada persoalan premanisme dan kondisi ini akhirnya memunculkan stigma dan prasangka di tingkat masyarakat khususnya di Yogyakarta," katanya, Rabu (10/4).

Ia mengatakan pencarian fakta yang mengandalkan tim investigasi internal TNI dikhawatirkan akan berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Tak hanya itu, penjelasan fakta-fakta juga ditakutkan hanya didasarkan pada pengakuan, belum memenuhi unsur ideal pencarian fakta.

Kontras dan keluarga korban pun mengaku menemukan sejumlah fakta peristiwa yang menunjukkan adanya unsur perencanaan, pembiaran, dan kesengajaan dalam peristiwa pengerangan tersebut.

"Tindakan tersebut melibatkan pihak kepolisian dan TNI baik secara langsung maupun tidak langsung," katanya.

Karena itu, keluarga korban dan Kontras pun meminta agar ada tim gabungan pencari fakta untuk benar-benar bisa mengungkap secara lebih lengkap peristiwa penyerangan tersebut. Tak hanya itu, monitoring secara intensif pun dinilai perlu dilakukan.

"Momentum ini juga harus dimanfaatkan untuk menindaklanjuti agenda reformasi di tubuh militer melalui perubahan UU Peradilan Militer," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement