REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika pemerintah menaikkan harga BMM bersubsidi, Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati berpendapat, kompensasi yang diberikan harus tepat kepada masyarakat miskin.
Enny mengatakan, kompensasi konkret yang dibutuhkan masyarakat miskin adalah pekerjaan. "Jadi, kompensasinya pemerintah tidak perlu berikan raskin, BLT dan lain-lain," tutur Enny dalam jumpa pers bertajuk 'Evaluasi Triwulanan Indef: Interrelasi Defisit Ganda dan Inflasi' di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut Enny, lapangan kerja yang diciptakan pemerintah mampu meredam gejolak akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun, Enny menuturkan, program yang mampu mengarahkan subsidi agar tepat sasaran harus dipertahankan. Khususnya kepada kelompok masyarakat miskin yang sudah tidak memiliki daya dan upaya untuk bekerja.
Enny berpendapat, kelompok ini tidak mampu mengelaborasi sumber daya ekonomi yang ada untuk digunakan. "Itu yang harus dapatkan subsidi langsung," ujar Enny.
Subsidi yang tepat sasaran, kata Enny, dapat menjadi stimulus fiskal untuk mendorong perkembangan sektor riil. Terutama pada usaha kecil dan menengah yang memiliki 'multiplier effect' untuk menyerap tenaga kerja. "Kalau itu bisa diarahkan ke sana dan jelas, program pemerintah harus jelas juga," sebutnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September mencapai 28,59 juta orang. Beberapa waktu lalu, Kepala BPS, Suryamin mengatakan, jumlah tersebut berkurang dari survei sebelumnya yang dilakukan pada Maret, yakni mencapai 29,13 juta orang.
Selama periode Maret-September, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang dari semula 10,65 juta orang pada Maret menjadi 10,51 juta orang. Sementara, di pedesaan berkurang 0,4 juta orang dari 18,48 juta pada bulan Maret menjadi 18,08 juta pada September.
Perhitungan BPS menggunakan konsep penghitungan jumlah orang miskin yang sama sejak 1998. Jumlah penduduk miskin yang tercatat didasarkan pada pendapatan per kapita Rp 259.520. Angka ini meningkat dengan garis kemiskinan pada Maret sebesar Rp 248.707 atau naik sekitar 4,35 persen.