REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses penegakan hukum di Indonesia dirasa kurang berjalan baik. Berdasarkan evaluasi Indonesian Legal Roundtable (ILR) selama 2012, dalam melaksanakan negara hukum, publik menilai adanya ketimpangan kekuasaan antara tiga pilar utama. Yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Survei dilakukan dengan 1.220 responden di 33 provinsi dengan metode multistage random sampling. Sampel yang dipilih berusia di atas 17 tahun, dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error sebesar tiga persen.
Direktur ILR Todung Mulya Lubis mengatakan, dari tiga pilar utama kekuasaan, pemerintah disebut memiliki kekuasaan sebanyak 49 persen. Lebih besar ketimbang DPR yang sebanyak 30 persen dan pengadilan 19 persen. Khusus terkait independensi kehakiman, kata dia, dunia peradilan Indonesia dinilai publik masih belum bersih dari praktik suap (60 persen).
Tak heran jika lembaga peradilan dipandang tidak cukup imparsial dalam memutus perkara (47 persen). Pihak yang dianggap mempengaruhi ketidakimparsialitas hakim dalam memutus perkara adalah pengusaha (32 persen), partai politik (30 persen), dan pemerintah (24 persen).
"Dunia peradilan di Indonesia masih belum dipercaya masyarakat karena hakim bekerja secara tidak independen," kata Todung di Jakarta, Selasa (9/4).