REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Pengaturan Makanan dan Minuman Beralkohol masih mandek di Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg-DPR RI). Hingga kini status RUU yang diusulkan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) itu masih menghuni daftar tunggu pembahasan di Baleg DPR RI.
Sekretaris Fraksi PPP Arwani Tofami mengungkapkan belum ada perkembangan RUU Miras dalam sebulan terakhir. Namun, pihaknya akan berupaya agar draf RUU Miras dibahas tahun ini.
"Baleg akan menggodok, lalu diparipurnakan. Setelah itu menjadi RUU Inisiatif DPR RI, lalu diajukan ke pemerintah. Barulah dibahas pemerintah dan DPR RI," kata Arwani kepada Republika di Jakarta, Ahad (7/4).
Anggota Komisi V DPR RI ini menambahkan artinya saat ini draf RUU ini masih terbuka lebar untuk masukan dari masyarakat. Sebab, RUU ini diinisiasi untuk kepentingan masyarakat sendiri. Dengan mempertegas pengaturan makanan dan minuman beralkohol.
Tujuannya agar masyarakat memeroleh jaminan kepastiann makanan dan minuman yang layak sesuai dengan keyakinan masyarakat.
Menurut Arwani, dalam pembahasannya nanti, dipastikan terjadi dinamika yang masif. Terutama terkait dengan produk impor.
Usulan dari FPPP pada RUU ini adalah adanya pengaturan secara keseluruhan terkait makanan dan minuman beralkohol di dalam masyarakat. Baik itu dari segi produksi, distribusi sampai pada tingkat konsumsi.
"Yang dibutuhkan adalah pengaturan yang tidak seperti saat ini, sudah ada Perda, Permen atau Kepres tapi belum kuat dalam penegakan hukumnya," ujar Arwani.
Pengaturan makanan dan minuman beralkohol menjadi kebutuhan mendesak setelah masyarakat Indonesia digemparkan kasus-kasus terkait konsumsi miras dan narkoba yang menelan banyak korban. Arwani menegaskan, tahun ini RUU Miras ini harus dibahas.