REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI sudah mengakui keterlibatan anggota Kopassus di penembakan empat tahanan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3). Menurut mereka, dorongan dendam dan solidaritas antara pengguna baret merah menjadi motif oknum Kopassus melakukan hal tersebut.
Kriminologi sekaligus pengamat kepolisian UI, Muhammad Mustofa melihat, perilaku mereka memang murni menjadi tabiat satuan militer di Indonesia. Bukan sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada aparat dalam memberantas preman.
"Ini menjadi sisa-sisa cara hidup TNI di masa Orde Baru yang di mana-mana memiliki kendali. Baik dalam kehidupan sosial mau pun politik," ujarnya ketika dihubungi Republika Kamis (4/4).
Menurutnya, sikap TNI seperti ini ini juga sedikitnya dipengaruhi oleh rasa benci mereka kepada premanisme. Apalagi pada masa lalu isu pemberantasan preman secara misterius mengarah kepada tentara. Sehingga wajar rekasi mereka seperti ini saat ada kawan mereka yang diusik oleh preman.
Ia mengatakan, sifat seperti ini tak akan mudah hilang di tubuh TNI, khususnya kopassus. Mengubah isi satu kepala saja sudah sulit, apalagi membuat suatu institusi meninggalkan kebiasaann lamanya. "Bukan tidak percaya pada aparat yang berantas preman, memang sudah bawaannya begini," ujar dia,
Sebelumnya, Ketua Tim Investigasi TNI AD, Brigjen Unggul K Yudoyono, menegaskan ada sebelas orang pelaku dalam penembakan ini dan satu di antaranya menjadi eksekutor. "Sebelas anggota Kopassus II Kartosuro dengan ksatria mengakui telah melakukan penembakan terhadap preman di Lapas Cebongan, Sleman pada Sabtu (23/3)," kata dia di Jakarta Kamis (4/4).