REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bocornya surat perintah penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum tidak bisa dianggap sepele. Sebab, bocornya Sprindik bisa menghambat kerja pemberantasan korupsi.
"Sprindik bocor bisa membuat calon tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau melakukan lobi dengan aparat hukum," kata anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra kepada wartawan, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
Indra menyayangkan, lemahnya sistem komunikasi dan informasi di internal KPK. Menurutnya, hal ini bisa memberi ruang bagi oknum internal KPK menyalahgunakan wewenang. "Seperti membocorkan BAP atau dokumen rahasia ke publik," katanya.
Kewenangan yang besar dimiliki KPK menuntut konsekuensi bagi internal KPK untuk bertindak hati-hati. Indra menyatakan wacana komisi pengawas khusus di KPK perlu dipikirkan.
Pasalnya, pengawasan yang selama ini dilakukan DPR dan media massa terbukti kurang efektif. "Pengawasan yang melekat di KPK perlu dipertimbangkan," katanya.
Komisi III, menurut Indra, perlu memanggil Komite Etik KPK guna menjelaskan persoalan bocornya Sprindik Anas. Indra menampik kritiknya terhadap KPK sebagai serangan balasan PKS lantaran KPK telah menjadikan Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka.
"Ini bagian dari kecintaan kita terhadap pemberantasan korupsi yang bersih dari intervensi politik dan komersialiasi," ujarnya.